Berdasarkanpaparan di atas menunjukan bahwa pendidikan demokratis merupakan tuntutan untuk terwujudnya masyarakat yang bebas berpikir dan berkreasi. Oleh karena itu prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan politik, kebebasan intelektual dan kebebasan untuk berbeda pendapat merupakan prinsip yang harus dilaksanakan pada kehidupan
DALAM kehidupan sehari-hari, banyak sekali permasalahan yang dihadapi dan butuh penyelesaian dengan baik. Banyak cara yang digunakan untuk mencapai suatu kesepakatan bersama. Disini penulis sebagai guru PPKN di SMP Negeri 3 Kendal untuk menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam demokrasi pancasila diantaranya mengalami perbedaan, menjunjung persatuan dan kesatuan, mengutamakan musyawarah untuk mufakat dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan ciri khas demokrasi pancasila lebih bersifat kekeluargaan dan sangat menghargai hak-hak asasi setiap orang dan menjamin hak minoritas masyarakat. Penulis disini sebagai pengajar memberi contoh pada peserta didik untuk menanamkan nilai-nilai demokrasi pancasila di sekolah contohnya disini mengenai mengakui perbedaan, bahwa peserta didik ditanamkan untuk mengakui perbedaan itu suatu indah di Negara kita Indonesia, karena di Indonesia banyak keberagaman yang ada di negara ini, tidak ada di Negara lain sehingga kita sebagai warga Negara Indonesia patut merasa bangga sebagai bangsa Indonesia. Keberagaman disini mengenai perbedaan suku, ras, agama, bahasa dan lain-lain. Juga mengenai keberagaman social budaya, ekonomi maupun gender. Dengan banyaknya keberagaman yang dimiliki bangsa kita, peserta didik lebih saling menghormati dan menyayangi serta menyinergikan dan menyelaraskan segala macam perbedaan yang ada di sekitar kita. Penulis sebagai pengajar PPKN di SMP Negeri 3 Kendal dalam memberi pengajaran tunas memotivasi peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat walau kita berasal dari latar belakag yang berbeda kita harus terus pupuk persatuan dan kesatuan bangsa supaya tercipta keindahan harmoni yang mampu untuk merekatkan berbagai perbedaan. Dengan menanamkan nilai-nilai demokrasi pada peserta didik di sekolah untuk menjunjung nilai persatuan dan kesatuan pada peserta didik di sekolah contohnya dalam penyelesaian suatu masalah di kelas kalau ada masalah harus diselesaikan dengan cara musyawarah contohnya dalam pemmilihan pengurus kelas, pemilihan OSIS itu juga melalui pemilihan secara demokratis. Sehingga tercipta nilai-nilai demokrasi yang baik. Sehingga di sini peserta didik tahu manfaat dari demokrasi yang benar dan baik yang sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila sehingga kelak peserta didik nanti bisa diterapkan didalam lingku ngan masyarakat bagaimana demokrasi dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak menyimpang dari nilai–nilai luhur demokrasi pancasila. Di sini penulis memberi contoh pada peserta didik mengenai demokrasi yang menyimpang dari nilai-nilai pancasila contohnya demokrasi yang anarkis yang merusak fasilitas umum milik pemerintah untuk kepentingan masyarakat dirusak, dalam menyampaikan aspirasi masyarakat mengganggu kepentingan masyarakat. Demokrasi juga menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang perlu kita tanamkan pada peserta didik kita. Tapi dimasa pandemic ini penulis sebagai pengajar mata pelajaran PPKN merasa sedih tidak bisa tatap muka untuk memberi contoh secara langsung nilai-nilai demokrasi pancasila yang baik pada peserta didik. Nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi menjadi sikap dan budaya demokrasi yang perlu dimiliki dan dikembangkan oleh peserta didik. Nilai-nilai demokrasi merupakan nilai yang sangat diperlukan untuk mengembangkan sikap yang demokratis. Demokrasi tidak akan datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Demokrasi perlu terus kita tanamkan dan di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam dilingkungan manapun kita berada. Penulis sebagai pengajar ters menananmkan dan memberi motivasi pada peserta didik untuk terus selalu menanamkamn nilai-nilai luhur pancasila pada peserta didik. Semoga anak didik kita kelak menjadi pemimpin yang jujur, adil, penuh tanggungjawab dan demoksratis. Penulis juga mengingatkan demokrasi tidak jhanya dilingkungan Negara, tapi sejak dini sudah kita ajarkan nilai-nilai demokrasi pancasila pada anak kita didalam lingkungan keluarga, itu awal pengajaran demokrasi pancasila pada peserta didik kita. S Diakhir penulis terus menanamkan sikap demokratis sebagai budaya bangsa Indonesia yang tertanam sejak lama pada peserta didik supaya terus kita pertahankan nilai-nilai luhur demokrasi pancasila dalam kehidupan sehari-hari dimanapun kita berada. */zal Guru SMP Negeri 3 Kendal
Memudarnyanasionalisme di era ini juga dapat disoroti dari maraknya konflik sosial berbasis ras seperti kasus Poso, Ambon, Aceh, Papua, serta lepasnya Timor Timur dari Indonesia, bermunculannya ormas-ormas yang menegaskan identitas kultural, serta banyaknya ideologi alternatif yang kerap bertentangan dengan ideologi bangsa.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalaam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan dengan melalui proses, cara, perbuatan mendidik. Pada dasarnya setiap orang harus memiliki pendidikan apapun itu berdasarkan kemampuan dan minat dari masing masing seseorang karena pendidikan merupakan hal terpenting bagi seseorang untuk berkembang dalam lingkungan kehidupannya dan lingkup bernegara. Pemerintahan Di Indonesia menyelenggarakan program wajib sekolah yakni 9 tahun. Bukan hanya berlaku pada pendidikan formal dalam sekolah maupun universitas, pendidikan juga sebaiknya terlaksana sejak dini. Pada usia dini merupakan titik sentral untuk membangun pondas dasar kepribadian anak, demi menjadi manusia yang beradab di masa yang akan datang. Selain itu, pentingnya pendidikan usia dini juga berpengaruh terhadap kesehatan dan kebaikan fisik. Pendidikan juga berpengaruh terhadap pembentukan pola pikir dan pengelolaan mental seseorang. Oleh karena itu, setiap warga negara dikatakan berhak untuk mendapatkan kelayakan dalam pendidikannya dengan setara. Tujuan adanya pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan sumber daya manusia serta mencerdaskan kehidupan setiap warga negaranya. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tujuan pendidikan nasional di Indonesia adalah "Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab. Adanya pendidikan nasional dapat menjadikan setiap warga negara Indonesia sebagai pribadi yang tidak hanya berwawasan luas namun juga memiliki sikap yang berakhlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Demokrasi berasal dari kata demos atau rakyat dan kratos yang berarti kekuatan. Jadi demokratis artinya kekuatan rakyat. Demokrasi berarti dimana satu pemerintahan rakyatlah yang mempunyai peran untuk menentukan. Sedangkan pendidikan demokrasi merupakan pengembangan keterampilan intelektual, keterampilan pribadi dan sosial. Melalui pendidikan demokrasi ini peserta didik akan belajar untuk berkembang agar menjadi dewasa dan berdemokrasi dengan cara melakukan penerapan nilai-nilai demokrasi agar berjalan dengan baik dan semestinya. Selain itu pendidikan deomrasi juga bertujuan untuk mempersiapkan agar warga Indonesia dapat tumbuh dan berkembang untuk dapat berpikir kritis dan berpikir secaca demokratis. Hubungan antara pendidikan warga negara dan terciptanya demokrasi yang baik dalam suatu negara sangat berpengaruh. pendidikan merupakan sarana untuk perubahan budaya masarakat. Tanpa adanya pendidikan masyarakat tidak mungkin dapat merubah budaya dan negaranya menjadi lebih demokrasi ini dapat membantu masyarakat untuk dapat berpikir kritis. Melalui pemikiran yang demokrasi tersebut masyarakat dapat membangu Negara Indonesia menjadi lebih baik, hal tersebut dapat berjalan apabila pemerintahannya juga berjalan dengan sistem demokrasi yang bersih dan dapat dipercaya. Dengan demikian, pendidikan demokrasi sangat diperlukan bahkan sedini mungkin. Tidak hanya melalui lingkungan sekolah namun juga lingkup keluarga dan sekitarnya. Lihat Kebijakan Selengkapnya

Jakarta-. Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang menitikberatkan pada kedaulatan rakyat. Sistem ini terbagi ke dalam 8 macam berdasarkan penyaluran kehendak, prinsip ideologi, dan tujuannya. Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, dari kata demos dan kratos. Demos artinya rakyat dan kratos adalah pemerintahan.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Indonesia merupakan negara demokrasi yang mana pemerintahannya dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi di Indonesia sendiri merupakan demokrasi secara konstitusional dikarenakan rumusan nilai dan normanya ada di dalam UUD 1945 dan sesuai aturan hukum yang berlaku. Di Indonesia pelaksanaan Demokrasi mengalami pergantian mulai dari Demokrasi Liberal 1950-1959, Demokrasi Terpimpin 1959-1965, Demokrasi Pancasila pada masa orde baru 1966-1988, dan Demokrasi Era Reformasi yang hingga kini masih digunakan sejak tahun 1988. Dilihat dari demokrasi mengalami beberapa kali pergantian menunjukkan bahwa demokrasi itu bukanlah sesuatu yang turun temurun/ diwariskan dengan sendirinya namun sebaliknya yakni demokrasi ditangkap dan dicerna melalui proses belajar. Demokrasi di Indonesia saat ini belum berjalan secara efektif dan sesuai harapan. Contohnya masih banyak korupsi yang merajalela di kalangan pejabat negara, kasus pelanggaran HAM yang belum teratasi dengan baik, penegakan hukum yang masih lambat dalam mengatasi masalah, masyarakat yang mengalami kekerasan oleh aparat, dll. Agar dapat mengatasi contoh masalah di atas, pendidikan demokrasi sangat diperlukan bagi generasi muda penerus bangsa. Dengan adanya pendidikan demokrasi diharapkan generasi muda mampu berperilaku dan bertindak demokratis, memberikan jalan keluar dari beragam masalah mengenai bangsa dan negara, serta memperlihatkan keaktifan generasi muda dalam berpartisipasi secara nyata demi terlaksananya demokrasi yang sesuai dengan apa yang Demokrasi bertujuan membimbing serta mengarahkan generasi muda supaya pola pikir mengenai demokrasi mampu terbina dengan baik, dimana pendidikan demokrasi di dalamnya memuat sosialisasi akan nilai-nilai demokrasi agar dapat diterima dan dijalankan oleh warga negara. Nilai-nilai demokrasi dapat berupa sikap toleransi antarsesama, kerjasama, kebebasan berpendapat, Menghormati orang lain, dll. Ada dua hal yang ditekankan dalam pendidikan demokrasi yakni demokrasi sebagai konsep yang makna serta sikap perilaku tergolong demokratis, dan yang kedua adalah demokrasi sebagai praksis atau sebagai suatu sistem kinerja demokrasi terikat dengan suatu peraturan tertentu. Luaran yang diharapkan dari adanya pendidikan demokrasi yaitu generasi muda mampu mengetahui tentang demokrasi itu sendiri, kemudian ikut serta dalam melakukan demokrasi, dan membangun demokrasi. Yang lebih penting yaitu dalam pendidikan demokrasi harus bisa berinovasi untuk kemajuan demokrasi di Indonesia serta dalam perencanaannya harus dilakukan dengan matang supaya mendapatkan luaran yang diharapkan. Pendidikan Demokrasi bagi generasi muda di Indonesia sangat penting karena dengan adanya pendidikan demokrasi bisa menjadi salah satu cara untuk mencetak generasi muda yang cerdas, solutif, dan memiliki tanggung jawab sebagai warga negara yang baik dalam membangun demokrasi. Tujuan Nasional juga mampu tercapai jika sosialisasi nilai-nilai demokrasi dalam pendidikan demokrasi tersampaikan dengan baik dan sesuai dengan yang direncanakan. Generasi muda yang mendapatkan pendidikan demokrasi mampu memahami serta menyelesaikan masalah mengenai bangsa dan negara yang kemungkinan akan terjadi di masa mendatang dengan cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Jadi, pendidikan demokrasi sangat penting bagi generasi muda saat ini dalam menghadapi masalah-masalah demokrasi di masa yang akan datang. Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Kelas10 SMA Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan Guru. Adilah Zharifah. Download Download PDF. Full PDF Package Download Full PDF Package. This Paper. A short summary of this paper. 36 Full PDFs related to this paper. Read Paper. Download Download PDF.
Mengembangkan Sikap Demokrasi Mengembangkan Sikap Demokrasi Dalam rangka mengoptimalkan perilaku budaya demokrasi maka sebagai generasi penerus yang akan mempertahankan negara demokrasi, perlu mendemonstrasikan bagaimana peran serta kita dalam pelaksanaan pesta demokrasi. Prinsip-prinsip yang patut kita demonstrasikan dalam kehidupan berdemokrasi, antara lain sebagai berikut a. Membiasakan untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hukum yang berlaku. b. Membiasakan bertindak secara demokratis bukan otokrasi atau tirani. c. Membiasakan untuk menyelesaikan persoalan dengan musyawarah. d. Membiasakan mengadakan perubahan secara damai tidak dengan kekerasan atau anarkis. e. Membiasakan untuk memilih pemimpin melalui cara-cara yang demokratis. f. Selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani luhur dalam musyawarah. g. Selalu mempertanggungjawabkan hasil keputusan musyawarah baik kepada Tuhan, masyarakat, bangsa, dan negara. h. Menggunaka kebebasan dengan penuh tanggung jawab. i. Membiasakan memberikan kritik yang bersifat membangun. Perilaku Budaya Demokrasi dalam Lingkungan Keluarga a. Lingkungan Keluarga 1 Membiasakan diri untuk menempatkan anggota keluarga sesuai dengan kedudukannya. 2 Membiasakan mengatasi dan memecahkan masalah dengan jalan musyawarah mufakat. 3 Saling menghargai perbedaan pendapat masing-masing anggota keluarga. 4 Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi. b. Lingkungan Sekolah 1 Berusaha selalu berkomunikasi individual. 2 Ikut serta dalam kegiatan politik di sekolah seperti pemilihan ketua OSIS, ketua kelas, maupun kegiatan yang lain yang relevan. 3 Berani mengajukan petisi saran/usul. 4 Berani menulis artikel, pendapat, opini di majalah dinding. 5 Selalu mengikuti jenis pertemuan yang diselenggarakan OSIS. 6 Berani mengadakan kegiatan yang merupakan realisasi dari program OSIS dan sebagainya. c. Lingkungan masyarakat 1 Bersama-sama menjaga kedamaian masyarakat. 2 Berusaha mengatasi masalah yang timbul dengan pemikiran yang jernih. 3 Mengikuti kegiatan rembug desa. 4 Mengikuti kegiatan kerja bakti. 5 Bersama-sama memberikan ususlan demi kemajuan masyarakat. Ada beberapa contoh perilaku yang dapat mendukung tegaknya prinsip-prinsip demokrasi, antara lain sebagai berikut a. Menghindarkan perbuatan otoriter. b. Melaksanakan amanat rakyat. c. Melaksanakan hak tanpa merugikan orang lain. d. Mengembangkan toleransi antarumat beragama. e. Menghormati pendapat orang lain. f. Senang ikut serta dalam kegiatan organisasi misalnya OSIS, Pramuka, PMR dan sebagainya. g. Menentukan pemimpin dengan jalan damai melalui perbedaan pendapat.
JelaskanSoko Guru Demokrasi Universal, Kunci Jawaban Uji Kompetensi BAB 2 Halaman 75 Kelas 11 SMA PPKN. menu. Kemendikbud RI edisi revisi 2017 ini digunakan untuk siswa dalam proses belajar. Perlu diingat ya adik adik bahwa jawaban dibawah ini hanya sebagai tambahan referensi dalam belajar saja. demokrasi adalah istilah politik yang
SUMÁRIO INTRODUÇÃO.. 9 1. DEMOCRACIA.. 12 O que é democracia?. 12 Democracia e educação. 14 Papel da escola na consolidação da democracia. 18 2. ESCOLA DEMOCRÁTICA.. 19 A escola e o desenvolvimento da autonomia. 21 Escola de qualidade para todos. 23 Por que uma escola democrática?. 26 3. ESCOLAS DEMOCRATICAS NA PRÁTICA.. 28 Escola de Ponte - Uma experiência internacional. 28 EMEF Desembargador Amorim Lima – Uma experiência estadual 33 Centro Integrado Municipal de Educação Básica “Bairro Recanto Primavera” – Uma experiência municipal. 38 4. CONCLUSÃO.. 44 5. REFERÊNCIAS BIBLIOGRÁFICAS.. 46 INTRODUÇÃO O contexto atual da educação debate sobre uma escola preparada para proporcionar um ensino de qualidade, respeitando a heterogeneidade e a individualidade da comunidade escolar. Uma escola que proporcione educação de qualidade para todos, visto que todo ser humano tem a capacidade de aprender de acordo com seus interesses e seu ritmo. As leis que regem a educação nacional, as teorias e práticas educacionais discutidas nas universidades, congressos, fórum, e reuniões tratam da melhoria do ensino no país e almejam uma escola de qualidade para todos, onde todos possam ter sucesso, ou como diz Mantoan 2003 consigam a “emancipação intelectual”. A escola atualmente se depara com novos desafios, entre eles, o de estabelecer condições mais adequadas para atender a diversidade dos indivíduos que dela participam. Assumir, compreender e respeitar essa diversidade é requisito para orientar a transformação de uma sociedade tradicionalmente pautada pela exclusão. Para alcançar essa qualidade na educação, há a necessidade de renovar toda a estrutura educacional deixando para trás o ensino tradicional. As propostas educacionais abordadas nesta pesquisa colocam-se na perspectiva de ação rebelde pela reivenção da escola. Trata-se de propostas contemporâneas de transformação na escola que buscam torná-la um espaço para a formação de indivíduos capazes de elaborar e realizar seus projetos de vida. Tais propostas colocam os estudantes, desde cedo, no papel de definir, planejar, executar e avaliar projetos de seus interesses. A autonomia do estudante para elaborar e realizar seus projetos é acompanhada da sua participação na gestão escolar, que se constitui de forma aberta e democrática. A relação da escola com os demais agentes da educação é de parceria e complementaridade no processo de produção do conhecimento que tem as crianças e os jovens como protagonistas, e as tecnologias de informação e comunicação são operacionalizadas como ferramentas de aprendizagem que contribuem para a concretização dos projetos. Nestas escolas, o papel prioritário do educador é o de orientador de itinerários da aprendizagem e também de inspirador e modelo de conduta. Algumas escolas tiveram essa ousadia, e realmente transformaram ambiente educacional em todas as suas estruturas, colocando em prática novos paradigmas e provando que uma revolução educacional é possível, assegurando uma educação de qualidade para todos. A primeira escola abordada é a Escola da Ponte localizada na cidade de Vila Nova de Famalicão em Portugal que, há trinta e um anos, constrói seu projeto sobre as ruínas de um modelo de escola tradicional, que somente engendrava insucesso, abandono e exclusão. Exemplo de instituição que, diante dos problemas, resolveu ousar e, hoje, é reconhecida servindo como modelo para outras instituições que tiverem coragem de realizar uma “Revolução Educacional”. Em São Paulo a Escola Municipal Desembargador Amorim Lima baseou-se no modelo português e também resolveu ousar. Desde 1996, com a chegada de Ana Elisa Siqueira como diretora, passou a viver suas transformações baseado nos projetos democráticos da Escola da Ponte. Para a elevação do grau de compromisso com o Projeto todos os segmentos da escola foram envolvidos, e uma gestão verdadeiramente democrática se instalou na instituição. Em Ibiúna o Centro Integrado Municipal de Educação Básica “Bairro Recanto Primavera”, baseado nos princípios de democracia e autonomia tenta encontrar caminhos para alcançar uma escola de qualidade para todos. Agora esta escola é reconhecida pelo seu Projeto ousado e eficaz. Essas escolas serão estudadas nessa pesquisa com o intuito de provar que é preciso colocar novas teorias em prática, para transformar a educação e que a escola democrática é o caminho para um ensino de qualidade para todos. A concepção democrática de escola respeita o educando como ser único que constrói seu aprendizado, e é capaz de encontrar a melhor maneira para construir seus conhecimentos. O professor nessa concepção é o mediador, que proporciona vários meios de aprendizagem, caminha junto, e interfere nas horas necessárias. A escola passa a ser administrada por toda a comunidade, buscando caminhos para torná-la cada vez mais competente e capaz de cumprir seu papel na sociedade. Esse trabalho analisará o conceito, e as características de uma escola democrática, verificando suas possibilidades de oferecer uma educação de qualidade para todos, voltado para a diversidade presente em uma sala de aula. As políticas e pesquisas comprovam o fracasso da educação, e a necessidade de mudança em toda a organização escolar, começando com o projeto político pedagógico que conduzirá todos os trabalhos da instituição. Como deve ser o currículo e o planejamento de uma escola de qualidade para todos? Será possível colocar em prática o ensino individualizado, respeitando o ritmo de aprendizagem de cada um? Como é o dia a dia de uma escola que aproveita a heterogeneidade para fortalecer a importância das diferenças? Quais as características de uma escola democrática? Uma escola democrática vive a democracia em todos os sentidos? A escola democrática é o caminho para uma escola para todos? O objetivo geral é mostrar que a escola democrática pode ser um caminho para uma escola para todos, que respeita a individualidade e trabalha com a heterogeneidade buscando a verdadeira qualidade do ensino. Os objetivos específicos desse trabalho são pesquisar os princípios e práticas das escolas democráticas para mostrar que esses podem ser um dos caminhos para uma escola para todos, analisar o projeto político pedagógico de escolas democráticas e descrever o dia a dia de uma escola democrática, analisando seus objetivos, metodologias e métodos de avaliações. Essa monografia explicitará a necessidade de se romper paradigmas na área educacional tendo em vista que a instituição escolar não está preparada para proporcionar um ensino de qualidade para todos. Os profissionais da área da educação buscam uma escola que esteja preparada para proporcionar um ensino de qualidade respeitando a heterogeneidade e a individualidade da comunidade escolar. Analisará através de pesquisas bibliográficas e de campo as teorias e práticas que norteiam uma educação com princípios democráticos. DEMOCRACIA O que é democracia? Democracia de acordo com o Dicionário Aurélio da Língua Portuguesa 2003 quer dizer governo do povo; soberania popular. Doutrina ou regime político baseado nos princípios da soberania popular e na distribuição eqüitativa do poder. A democracia, porém, não é apenas um sistema político ou uma forma de organização do Estado. Uma sociedade democrática não é, somente, aquela na qual os governantes são eleitos pelo voto. A democracia pressupõe uma possibilidade de participação do conjunto dos membros da sociedade em todos os processos decisórios que dizem respeito á sua vida cotidiana, ou seja, em casa, na escola, no bairro, etc. “Democracia não é apenas uma idéia e um ideal a atingir, mas é um modo concreto de vida, um processo de experiência que vai enriquecendo o próprio processo, o qual, desta forma, avança.” DEWEY, apud NEUTZLING,1984, Para considerar determinada formação social democrática, precisamos levar em consideração o conjunto das relações e práticas sociais desenvolvidas em todas as instâncias de inserção dos seus membros nesta mesma sociedade. A democracia defende o direito de participação de todos em todas as decisões que favoreçam a qualidade de vida em sociedade. Para que haja essa verdadeira participação todos os indivíduos necessitam conhecer e viver desde sua infância os princípios democráticos desenvolvendo assim sua “autonomia democrática”. A autonomia democrática é reconhecer o direito de escolher um caminho de vida próprio, de ser respeitado nessas escolhas e de viver de modo digno e satisfatório em qualquer alternativa, de acordo com próprias aptidões, desejos e valores, é a consolidação do direito de ser diferente, é o que atualmente chamamos de diversidade cultural. Para conquistar essa autonomia o indivíduo precisa estar capacitado para tomar decisões, construir suas regras, refletir sobre as conseqüências de suas ações e assumir responsabilidades. Refletindo sobre esse conceito de autonomia será que realmente os indivíduos estão preparados para viver uma verdadeira democracia? Se pensarmos na democracia que vivemos hoje no Brasil percebe-se que ainda não estamos preparados para escolher e fiscalizar nossos governantes, visto que nossas políticas públicas não visam a melhoria da sociedade, mais sim consolidam uma sociedade elitista. De acordo com o conceito de democracia, o povo tem o direito de participar das decisões políticas do país. Percebe-se então que os brasileiros ainda não conseguiram adquirir a autonomia democrática, pois possuem o direito de escolher seus governantes, mas não percebem a conseqüência de seus atos e não assumem responsabilidades. A democracia em uma sociedade não pode, ser apenas um sistema político, ela só pode ser real se seus princípios se incorporam a lógica da vida cotidiana de indivíduos e grupos sociais em interação na sociedade. Para interagir de modo autônomo é preciso que os membros dos diversos grupos sociais tenham desenvolvido alguma autonomia como indivíduos. Isso torna o processo de construção da democracia um ideal a ser construído a longo prazo. A democracia precisa ser enraizada na vida dos brasileiros e para isso, muitos paradigmas devem ser rompidos. O modo de vida caracterizado pela subordinação, constante na vida dos brasileiros, desde a infância deve ser transformado. Um caminho é incentivar a autonomia para que as crianças aprendam a tomar decisões, construam suas regras, e sejam capazes de assumir as conseqüências de seus atos com responsabilidade. A escola tem papel fundamental nessa mudança. Precisa tornar-se democrática para formar cidadãos verdadeiramente preparados para assumir seu papel em uma sociedade que alcance a democracia em toda a sua plenitude. Contribuir para o desenvolvimento da autonomia dos sujeitos e dos grupos sociais não é algo que se possa fazer apenas pelo discurso. A prática política efetiva é fundamental para a construção da democracia na medida em que questionando, desvelando e democratizando mecanismos de legitimação e de exercícios do poder em nossa sociedade podemos contribuir para o desenvolvimento da consciência e da autonomia dos diversos grupos em interação. A tarefa desta luta é a criação de mecanismos e normas de interação fundamentadas na gestão democrática dos conflitos. Por intermédio da democratização do conjunto das relações e práticas sociais podemos contribuir para a construção da democracia social, ou seja, de uma democracia que ultrapasse a esfera do Estado e se instale no coração da vida social cotidiana. Democracia e educação Parece não haver dúvidas de que, recentemente, o lema da democracia tem se constituído um dos assuntos mais importantes, seja em nível nacional ou internacional. Democracia enquanto método de ação não é válida somente para a esfera política é evidente a necessidade da ampliação de seu uso para outros setores da estrutura social. A socialização da democracia é um ideal que deve ser buscado, porque os valores e procedimentos democráticos são os mais adequados para se resolver os conflitos e se construir à história. Para assegurar e manter um modo de vida democrático é necessário proporcionar oportunidades para descobrir o que significa esse modo de vida e como pode ser vivenciado. A educação como experiência comum de todos os seres humanos, tem função de apresentar o modo de vida democrático, já que esse modo de vida também se aprende através da experiência. Em se tratando do uso de expedientes democráticos no setor educativo várias propostas e experiências reforçam essa importância política. Dentre elas algumas devem ser coladas em pauta. A proposta de Rogers apud LUDWIG, 1998 centrada no principio da não-diretividade é pertinente. Segundo ele, as escolas precisam abandonar a ênfase colocada na aprendizagem mecânica por parte dos alunos, uma vez que ela apresenta claramente o autoritarismo pedagógico. A aprendizagem significativa, caracterizada por um envolvimento pessoal, auto-iniciativa, auto-avaliação, deve substituir a aprendizagem mecânica, porque além de mais eficaz retrata a democracia pedagógica. A metodologia não-diretiva leva em conta certas regras. Dentre elas a de que o professor deve obter de seus alunos informações sobre problemas ou temas relevantes, promover as mais variadas espécies de recursos capazes de proporcionar aos alunos uma aprendizagem experimental condizente a suas necessidades e usar contratos de trabalho, expediente que confere segurança e responsabilidade ao aluno numa atmosfera de liberdade. Essa proposta pedagógica de Rogers não é apenas teórica pois ele a aplicou varias vezes em seus cursos. Outra experiência de democracia pedagógica foi realizada por Neil apud LUDWIG, 1998 em Summerhill. Ela baseou-se na capacidade do aluno em governar-se a si próprio. O principio da autonomia praticado de modo freqüente, orientava toda vida escolar. Todas as questões eram resolvidas por votações nas assembléias gerais da escola e cada membro do corpo docente e criança, independentemente da idade, apresentava seu voto. O voto de Neil pesava tanto quanto o voto de um garoto de sete anos. Uma proposta de educação democrática é defendida por Lobrot apud LUDWIG, 1998 e leva o título de pedagogia institucional. Ela apóia-se em dois princípios o da não diretividade e o da auto-gestão. O primeiro indica que o professor deve deixar de lado suas prerrogativas acadêmicas, seus direitos para que os alunos estudem e se organizem por conta própria. Essa renúncia do exercício do poder sobre o grupo de educando ou a não-imposição de uma sujeição faz com que o professor coloque-se em disponibilidade, oferecendo aos alunos seus préstimos, meios e capacidades. O princípio da auto-gestão consiste em colocar nas mãos dos alunos tudo o que é possível, ou seja, os tipos de atividades e organização do trabalho pedagógico. Não só os alunos podem trabalhar ou não, como também podem decidir por si mesmo suas relações “aqui e agora”, suas atividades comuns, a organização de seu trabalho e os objetivos que pretendem perseguir. A concepção democrática de educação adotada por Piaget apud LUDWIG, 1998 baseia-se na defesa do direito a educação para todos os indivíduos da sociedade. Esse direito não vale apenas para a criança que já sofreu influências do ambiente familiar e que se encontra pronta para adquirir um ensino escolar, pois isso torna pobre o sentido da educação. Considera, também, que o direito à educação não tem o significado de garantir a todos apenas o aprendizado do calculo, leitura e escrita, e sim o de assegurar à totalidade das crianças o pleno desenvolvimento de suas funções mentais e aquisição dos conhecimentos, bem como dos valores morais que correspondam ao exercício dessas funções. O direito à educação defendida por Piaget apud LUDWIG, 1998 evidencia o papel dos fatores ambientais que atuam no desenvolvimento individual, pois a linguagem como conjunto das noções cuja construção ela possibilita, os costumes e as regras de todo o tipo não vem determinadas já do interior por mecanismos hereditários. O direito à educação é, portanto, o direito que o indivíduo tem de se desenvolver normalmente, de acordo com as possibilidades que se dispõe, e a obrigação da sociedade é de transformar essas possibilidades em realizações efetivas e úteis. Suas propostas democráticas de ensino pretende formar indivíduos com autonomia intelectual e moral e respeitadores dessa autonomia no outro, em decorrência da regra de reciprocidade que a torna legítimo para eles mesmos. Em tal proposta evidencia-se como inaceitável a submissão dos alunos á autoridade moral e intelectual do professor, assim como a obrigação de obter êxito nas provas finais como um ato de aceitação do conformismo social. Não se forma personalidade autônomas no domínio moral se o indivíduo é submetido a um constrangimento intelectual de tal ordem que tenha de se limitar a aprender por imposição, sem descobrir por si mesmo a verdade. Se for passivo intelectualmente não conseguirá ser livre moralmente. E se sua moral consistir em uma submissão à autoridade adulta não será ativo intelectualmente. Uma outra proposta de Piaget apud LUDWIG, 1998 diz respeito ao planejamento participativo, que se fundamenta no pressuposto de que o homem é capaz de estabelecer normas de conduta de acordo com as circunstâncias e conviver com a incerteza. Os programadores e executores fazem parte da mesma equipe esse planejamento procura envolver todos os elementos relacionados ao ato de educar alunos, professores, dirigentes, pais, funcionários, pais e membros da comunidade. Como se pode notar esse tipo de sistema atende ao princípio básico da democracia, que é o da igualdade de direitos de todos os indivíduos em termos de propostas, discussões e escolhas. È essencialmente dinâmico, pois as decisões conjuntas e freqüentes baseadas no diálogo e nas contribuições pessoais, tende a estabelecer diversas linhas de ação no decorrer do tempo. Percebe-se, pois, que, enquanto um processo globalizante, integrador dos diversos setores relacionados à escola e com vistas à solução de problemas comuns vai muito além de uma atividade técnica. Revela-se um procedimento político rigoroso e profundamente democrático, haja vista que as decisões são tomadas pela maioria e em seu beneficio. Cada elemento do grupo vivencia constantemente o conflito e a colaboração, desenvolve seu senso crítico e sua criatividade, toma decisões, assume responsabilidades exige seus direitos e mantém com os demais uma relação de reciprocidade, dentro de um contexto firmemente baseado no principio da transparência. Freire apud LUDWIG, 1998 tem uma proposta democrática bastante original. Sua concepção enfatiza a importância de uma postura não ingênua perante os acontecimentos, e a necessidade de uma educação dialogal e ativa, orientada para a responsabilidade social e política caracterizada pela profundidade na interpretação dos problemas e livre de explicações mágicas. De acordo com Freire apud LUDWIG, 1998 uma educação voltada para a democracia deve possibilitar ao homem a discussão valente de sua problemática, de sua inserção nessa problemática, que o advirta para perigos de seu tempo, o fim de que, consciente deles, ganhe a força e o valor para lutar, em lugar de ser arrastado á perdição de seu próprio eu submetido ás prescrições alheias. Educação que o coloque em diálogo constante com o outro, que o predisponha a constantes revisões, a análises criticas de seus descobrimentos uma certa rebeldia, no sentido mais humano da expressão; que o identifique com os métodos e processos científicos. Considera Freire apud LUDWIG, 1998 que os regimes democráticos nutrem-se da mudança, são flexíveis e inquietos, e por isso mesmo exigem do homem tais características. Assim a educação deve ser um intento constante de mudar de atitude, de substituir hábitos antigos de passividade por novos hábitos de participação e ingerência requeridos pelo contexto de transitividade. Para Freire apud LUDWIG, 1998 tanto a escolha dos conteúdos quanto a maneira de tratá-los entre os alunos deve resultar de uma decisão conjunta entre discentes, seus pais, professores, funcionários e especialistas do ensino. Segundo ele, os educadores não devem esperar que a sociedade se democratize para em seguida democratizarem os conteúdos. Os profissionais da educação não podem ser autoritários hoje e democratas amanhã. A proposta de socialização do saber escolar, defendida por diversos educadores, coloca em relevo a necessidade de distribuição do conhecimento á totalidade daqueles que estão aptos a recebê-los e que deve ser efetivamente assimilado por todos. O conhecimento em questão diz respeito àquele que pertence ao acervo cultural dos grupos dominantes da sociedade, pois a detenção desses conhecimentos é de fundamental importância ás classes subordinadas, uma vez que, do ângulo político, aqueles que não o possuem de fato constituem uma massa manobrável, o que facilita o processo de dominação. Nesse sentido, a posse desse conhecimento é por demais relevante, tendo em vista a implementação de ações que visem alterar as condições de existência. Em tal perspectiva, a prática educativa enquanto parte integrante da prática social global é um local de luta por mudanças estruturais na sociedade que tende a manter-se injusta. Assim, alguns aspectos dessa transformação, que fazem parte do processo de transmissão e assimilação do saber elaborado, já se efetivam nesse processo. Considerando-se os limites de sua especificidade, eles já acontecem na própria prática educativa. O processo de transmitir e assimilar o conhecimento elaborado, dependendo de como for relacionada sua forma com o respectivo conteúdo, provoca, no desenrolar desse processo, a assimilação de uma postura política por parte do educando e também pelo educador, mesmo que ela na tenha sido conscientemente percebida ou clarificada. A geração de feito já no interior da sala de aula é, portanto, um fato notório. As propostas democráticas de ensino aqui apresentadas podem ser agrupadas de duas maneiras aquelas que enfatizam a democratização circunscrita ao ambiente escolar, e aquelas que o ressaltam, porém, tendo em vista participação do educando na sociedade a que ele pertence. A escola, como uma instituição social, continua legitimando a sociedade elitista. Mesmo tendo como princípio formar cidadãos conscientes de seus direitos e deveres, ela continua com sua estrutura autoritária, não dando oportunidade de participação a sua comunidade, assim como todas as outras instituições sociais do Brasil. Consolidando a falsa democracia, e enraizando na sociedade, a subordinação. A escola precisa mudar toda sua estrutura gerando uma participação efetiva da sociedade em todos os processos educacionais, integrando sociedade e escola. Mostrando aos indivíduos que a democracia pode ser construída e efetivada em uma sociedade, para isso é necessário viver a democracia dentro da escola, e preparar as novas gerações para desempenhar um papel verdadeiramente democrático. A democratização das práticas sociais envolve, necessariamente, transformações no campo da ação pedagógica. A revalorização das relações interpessoais de solidariedade e de cooperação, o reconhecimento do caráter coletivo dos processos de construção dos conhecimentos, da identidade e do desenvolvimento da autonomia intelectual e social. Acão democratizante no interior da escola ocorre pela transformação das práticas sociais reais que se desenvolvem no seu interior, tendo em vista a necessidade de se ampliar os espaços de participação, os debates respeitando-se as diferenças e criando condições para uma participação autônoma. A construção de uma sociedade democrática implica o desenvolvimento de uma ação democrática concreta em todos os espaços de interação social, inclusive na escola. Rediscutir as relações entre os diversos grupos sociais presentes na escola, com a participação autônoma de todos é uma necessidade democrática pois, só assim, podem-se democratizar os meios de decisão política e o conjunto da vida social cotidiana. A ação política da democratização da escola contribuirá para a democratização da própria sociedade. ESCOLA DEMOCRÁTICA Uma escola democrática é uma escola que se baseia em princípios democráticos, em especial na democracia participativa, dando direitos de participação para estudantes, professores e funcionários. Esse ambiente de ensino coloca os alunos como atores centrais do processo educacional, os educadores participam facilitando as atividades de acordo com os interesses dos estudantes. Outro aspecto importante de uma escola democrática é dar aos estudantes a possibilidade de escolher o que querem fazer com seu tempo. Os estudantes são livres para escolher as atividades que desejam ou que acham que devem fazer. Dessa forma aprendem a terem iniciativa. Eles também ganham a vantagem do aumento da velocidade e no aproveitamento do aprendizado, como acontece quando alguém está praticando uma atividade que é do seu interesse. Os estudantes dessas escolas são responsáveis pelo processo ensino aprendizagem e têm o poder de dirigir seus estudos desde muitos novos. A escola democrática mais antiga ainda em funcionamento é Summerhill na Inglaterra, que foi fundada em por Neill. Summerhill é uma escola particular que recebe dinheiro público e é obrigada a atender os padrões governamentais. Nos Estados Unidos da América, exemplo conhecidos de escolas bem sucedidas são a Sudbry Valley School, Play Mountain Place, The Circle School e Albany Free School. Na Austrália, a Currambena Primary School existe desde Atualmente, redes articulam cerca de 500 escolas que se identificam como escolas democráticas em países como Austrália, Canadá, Dinamarca, Finlândia, Israel, Japão, Nova Zelândia, Rússia, África do Sul, Holanda, Inglaterra , Estados Unidos da América e Brasil. As escolas brasileiras em busca de um ensino de qualidade estão se espelhando em escolas democráticas já consolidadas, para inserir na cultura brasileira essa nova maneira de constituir a educação. A Escola da Ponte em Portugal que desde vem construindo sua gestão democrática, serve de inspiração para as escolas brasileiras, entre elas a Desembargador Amorim Lima em São Paulo, que desde 2003 está realizando seu processo de democratização que serão abordadas com mais detalhe nesse trabalho. Uma das características marcante desse tipo de escola é o diálogo entre todos os envolvidos no processo pais, educadores e estudantes se reúnem em uma Assembléia para conversarem sobre o que é necessário para a escola, desde o conteúdo na sala de aula, até se a escola precisa de pintura ou não, em algumas escolas até as crianças de dois anos participam desta reunião. A escola democrática é diferente da escola tradicional. A primeira geralmente não está divida em séries e sim em ciclos, os alunos junto com os professores escolhem o que será aprendido. A outra é a escola que muitos de nós estudamos, ou estudou, onde as coisas simplesmente são impostas aos alunos, como se estes fosses um problema e não parte do processo. Ramos apud CUCIO, 2007, diz que nas escolas democráticas a relação com o conhecimento se baseia em que todos querem aprender sempre, e que obrigar alguém a aprender algo que ele não queira é desestimulá-lo a aprender. Escutar o aluno, entender suas necessidades e o que deseja aprender, permitir que ele aprenda junto com os educadores e a comunidade escolar, decida qual o caminho que deve ser seguido, este é o segredo da educação democrática. As escolas democráticas pretendem ser espaços democráticos, de modo que a idéia de democracia também se estenda aos muitos papéis que todos desempenham nas escolas. Isso significa que os educadores, profissionais, assim como pais e a comunidade que está inserida a escola e outros cidadãos tenham o direito de estar bem informados de ter participação crítica na criação das políticas e programas escolares para si e para os jovens. As escolas democráticas são marcadas pela participação geral nas questões administrativas e de elaboração de políticas. As Assembléias para tomadas de decisões não incluem apenas educadores profissionais, mas também os educandos, seus pais e outros membros da comunidade escolar. Nas salas de aula, os jovens e os professores envolvem-se no planejamento cooperativo, chegando a decisões que respondem ás preocupações, aspirações e interesses de ambas as partes. Esse tipo de planejamento democrático, tanto no âmbito da escola quanto da sala de aula, não é unânime para chegar a decisões predeterminadas que muitas vezes tem criado ilusão de democracia, mas uma tentativa de respeitar o direito das pessoas participarem na tomada de decisões que afetam sua vida. As escolas democráticas valorizam a diversidade de sua comunidade não as considera um problema. Essas comunidades incluem pessoas que refletem diferenças de idade, cultura, etnia, sexo, classe socioeconômica, aspirações e capacidades. Essas diferenças enriquecem a comunidade e o leque de opiniões que deve considerar. Separar pessoas de qualquer idade como base nessas diferenças ou usar rótulos para estereotipá-las são procedimentos que só produzem diferenças que diminuem a natureza democrática da comunidade. As comunidades das escolas democráticas são marcadas pela ênfase na cooperação e na colaboração, e não na competição. Numa escola democrática não há barreiras educacionais, eliminam-se a formação de grupos com base na capacidade dos alunos, provas preconceituosas e outras iniciativas que tantas vezes impedem o acesso e permanências de todos na escola, proporcionando um ensino de qualidade para todos, sem exclusão. As escolas democráticas não procuram apenas amenizar a dureza das desigualdades sócias na escola, mas mudar as condições que a geram. De acordo com Mantoan 2003 no Brasil começou a ser possível escolas democráticas a partir de 1996 com Lei de Diretrizes e Bases da Educação Nacional que possibilitou mudanças, pois cada escola tem autonomia para escolher sua maneira de trabalhar. Agora com o paradigma da inclusão essas escolas passam a ser não só uma utopia, mas a possibilidade de uma escola de qualidade que contemple a diversidade humana. 2. escola e o desenvolvimento da autonomia1 A A autonomia é a capacidade de uma pessoa ou de uma comunidade de tomar decisões que as afetam, construindo suas próprias regras refletindo sobre as conseqüências de suas ações, assumindo responsabilidades. A experiência da democracia leva o individuo a autonomia. O indivíduo só poderá alcançar a autonomia se pouco a pouco tiver a oportunidade de presenciar uma verdadeira democracia, participando efetivamente de decisões que afetam sua vida pessoal e social. Autonomia refere-se à capacidade de posicionar-se, elaborar projetos pessoais e participar enunciativa e cooperativamente de projetos coletivos, ter discernimento, organizar-se em função de metas eleitas, governar-se, participar das gestões de ação coletivas, estabelecer critérios e eleger princípios éticos, etc. Isto é, a autonomia fala de uma relação emancipada, integra com as diferentes dimensões da vida, o que envolve aspectos intelectuais, morais e sociopolíticos. PCN,1997, p. 97 Na escola o desenvolvimento da autonomia está apenas nos discursos enquanto as práticas pedagógicas continuam as mesmas. A autonomia dos estudantes só será possível se os educadores não apenas a tiverem como objetivo, mas sim a vivenciem no cotidiano de sua prática escolar. A questão da autonomia nessa pesquisa é de extrema importância, pois não há democracia, sem que o sujeito tenha primeiro conquistado sua autonomia. Para que o individuo tenha a capacidade de se governar, ele precisa viver desde cedo esse princípio, conquistando gradativamente sua autonomia. E a escola como instituição responsável pela educação formal, precisa estar preparada para desenvolver essa autonomia. Piaget em suas obras discorre sobre autonomia deixando claro que ela só será desenvolvida num clima onde não haja opressão intelectual e moral, ambientes autoritários impedem o desenvolvimento da verdadeira autonomia. Nem a autonomia da pessoa, que pressupõe o pleno desenvolvimento da personalidade humana, nem a reciprocidade, que evoca esse respeito pelos direitos e pela liberdade de outrem, poderão se desenvolver em uma atmosfera de autoridade de opressão intelectual e moral PIAGET 1978, p. 73 . ] As relações interpessoais exercem uma influência importante na construção da autonomia e as crianças começam sua vida social a partir do momento que ingressar na escola. É no ambiente escolar que o indivíduo inicia seus conflitos interpessoais, tendo que aprender a aceitar e conviver com as diferenças humanas. A autonomia é a capacidade de o sujeito compreender as contradições em seu pensamento e poder comparar suas idéias e valores as de outras pessoas, estabelecendo critérios de justiça e igualdade que, muitas vezes, o levarão a se contrapor a autoridade e as tradições da sociedade para decidir entre o certo e o errado. Assim, se a criança conviver em um “ambiente cooperativo”, e, portanto, democrático, que solicite trocas sociais, no qual seja respeitada pelo adulto e participe ativamente dos processos de tomada de decisões, poderá atingir sua autonomia, tornando-se uma verdadeira cidadã. Para isso é necessário um ambiente cooperativo, onde a opressão do adulto é reduzida ao máximo possível, e nele encontram-se as condições que levam a cooperação, o respeito mútuo, as atividades grupais, a ausência de sanções e de recompensas e onde as crianças têm oportunidade constante de fazer escolhas, tomar decisões e de expressar-se livremente. Para um ambiente escolar se tornar cooperativo, todas as práticas tradicionais de educação precisam ser revistas. A escola precisa de um novo paradigma, onde o professor acima de tudo respeite os alunos como seres participativos e diferentes. A escola brasileira é marcada pelo fracasso e pela evasão de uma parte significativa dos seus alunos, que são marginalizados pelo insucesso, por privações constantes e pela baixa auto-estima resultante da exclusão escolar e da social, alunos que são vitimas de seus pais, professores e, sobretudo, das condições de pobreza em que vivem. Esses alunos são conhecidos das escolas, pois repetem as séries várias vezes, são expulsos, evadem e ainda são rotulados como mal nascidos. As soluções sugeridas para reverter esse quadro parecem direcionar as mesmas medidas que o criaram, o fracasso continua sendo do aluno, pois a escola reluta em admiti-lo como sendo seu. A escola inclusiva é uma escola que esteja preparada para receber e cumprir seu papel de proporcionar um ensino de qualidade para todos, que contemple todos os educandos, onde o aluno tenha não só direito de freqüentá-la, mas dentro de suas capacidades, progredir moral, cultural e socialmente. Porém o termo inclusão ainda remete o conceito de escola “que recebe alunos deficientes” esse termo precisa ser compreendido, pois ao contrário, gera a exclusão. A escola inclusiva não remete o problema do fracasso escolar à deficiência do aluno, mas procura rever seus métodos e atitudes em busca do sucesso dos alunos. Educadores têm dificuldade em entender que a escola atual tem problemas em receber todos os alunos, de trabalhar com as diferenças humanas e continuam valorizando a igualdade através de metodologias voltadas a submissão e a uma falsa democracia. O termo escola inclusiva remete também ao problema da diferença. “Diferenças são produzidas e não podem ser naturalizadas, como pensamos, habitualmente. Essa produção merece ser compreendida, não apenas respeitada e tolerada.” MANTOAN, 2003, p. 30 O termo escola inclusiva, com está sendo interpretado, bloqueia todo o conceito de transformação necessária para uma escola aberta para todos, pois os educadores estão condicionados a pensar que escola inclusiva é aquela que precisa e deve conhecer as deficiências e as diferenças, que tem o dever de se preocupar apenas com alunos deficientes, e não conseguem perceber que excluídos não são apenas os deficientes, mas todos aqueles que estão dentro da escola, e não conseguem progredir. O conceito escola inclusiva gera mais uma diferença, aquela que é inclusiva recebe alunos deficientes, porém não basta aceitar e tolerar os deficientes como uma mera imposição da lei, e sim estar preparado para receber qualquer aluno seja ele deficiente ou não, vendo o educando como um aluno e não como uma diferença que deve ser aceita. Aceitar as diferenças e reconhecê-las é importantíssimo para educação, visto que jamais teremos uma classe homogênea onde todos aprenderão no mesmo momento e da mesma maneira. Mas essa diferença precisa ser compreendida e vista como uma produção humana, assim não será mais produzida, já que diferentes somos todos nós. Escola inclusiva é uma escola preparada para receber o aluno, sem dar a ele uma diferenciação deficiente, pobre, marginalizado, repetente, analfabeto, recebê-lo como um ser humano que tem capacidade para progredir, desde que lhe proporcione condições para tal. È necessário reconhecer que as escolas tradicionais não estão preparadas para uma educação aberta a diversidade, sua estrutura rígida e seletiva recusa alunos que não preencham as expectativas acadêmicas clássicas, baseadas na transmissão de conhecimentos e na individualização das tarefas de aprendizagem. De acordo com Mantoan 2003 a abertura das escolas ás diferenças tem a ver com uma revolução nos processos de ensino e de aprendizagem, pois o que se propõe é o rompimento das fronteiras entre as disciplinas, ou melhor, entre o saber e a realidade; a multiplicidade e integração de saberes e das redes de conhecimento que aí se formam; a transversalidade das áreas curriculares e autonomia intelectual do aluno, e que é o autor do conhecimento e que por isso imprime valor ao que constrói individualmente e coletivamente, nas salas de aulas. Uma educação de qualidade para todos implica necessariamente mudanças nas propostas educacionais e em uma organização curricular idealizada e executada pela comunidade escolar, demanda um projeto político pedagógico verdadeiramente democrático, baseado no meio físico, social e cultural que a escola se localiza elaborada a partir do estudo das características desse meio. Essa não é uma proposta utópica e sim mais difícil de ser realizada, pois requer a prática da democracia. Para a maioria dos profissionais que atuam hoje na educação, é difícil entender a possibilidade de uma educação para a diversidade, já que o modelo pedagógico educacional conservador que vigora nas escolas com cadeiras enfileiradas, livro didático aberto na mesma página, uma só tarefa na lousa e uma só resposta válida e esperada nas provas, intimida os profissionais mal informados a mudar suas práticas em busca de contemplar as diferenças e de reconhecer a riqueza que elas apontam no desenvolvimento dos processos educativos, dentro e fora das escolas. Uma educação de qualidade para todos depende da transformação do sistema educacional, a partir de um conjunto de princípios, como a valorização da diversidade como elemento enriquecedor do desenvolvimento pessoal e social, o desenvolvimento de currículos amplos que possibilitem a aprendizagem e participação de todos, o respeito as diferentes formas de aprender, o atendimento ás necessidades educacionais dos alunos, a acessibilidade física e nas comunicações e o trabalho colaborativo na escola. De acordo com Mantoan 2003 a Lei de Diretrizes e Bases da Educação Nacional é marcada pela abertura de possibilidades para a realização de transformações no currículo escolar, apresenta conceitos de flexibilidade e inovação, orientados por concepções pedagógicas relacionadas diretamente à aprendizagem dos alunos, onde todos os processos da escola estão presentes desde princípios, procedimentos metodológicos, avaliação, definição e desenvolvimento de conteúdos. O princípio da gestão democrática, além de ser um preceito legal, constitui numa exigência ética e política, possibilitando, cada vez mais a participação da sociedade no planejamento e acompanhamento das políticas educacionais, implantadas pelos sistemas de ensino no país. A escola de qualidade desenvolve um projeto pedagógico centrado no aluno como estratégia de permanência e sucesso na escola assegurando aprendizagem a todos os alunos, um projeto que investe na formação dos professores e profissionais da escola e desenvolve relações de colaboração com sua comunidade induzindo mudanças positivas a partir do contexto na própria escola. Dessa forma, a gestão tem papel fundamental na promoção da educação de qualidade devendo estimular a participação das pessoas para a construção de uma rede de relações que se desenvolvem na família, no trabalho, nas escolas, nos movimentos sociais, capazes de sustentar a proposta de uma escola de qualidade para todos, aberta para as trocas de conhecimentos e provocando uma mudança coletiva na maneira de pensar e agir. A gestão educacional compreendida como um processo coletivo de planejamento, organização e desenvolvimento de um projeto político-pedagógico, representa um novo paradigma da educação. Apresenta novas idéias e orientações a partir da compreensão da rede de relações que se estabelecem no contexto educacional, da complexidade, da dinamicidade e da ação transformadora da escola. Portanto, o enfoque da gestão baseada no diálogo e participação supera a visão educacional tradicional. A função social da escola definida pela Constituição Federal 1988, expressa o direito de todos à educação esclarecendo que esse direito visa o “pleno desenvolvimento da pessoa para o exercício da cidadania e sua qualificação para o trabalho”. Dessa forma, o essencial da gestão é assegurar uma educação de qualidade para todos, considerando que a qualidade na educação é a promoção para todos do acesso ao conhecimento, ao desenvolvimento das capacidades cognitivas e ao atendimento especializado quando necessário. Para que se garanta uma educação de qualidade para todos é preciso estabelecer metas de uma gestão para a inclusão de todos aqueles que de alguma maneira estão excluídos do acesso ao conhecimento. A gestão para eliminar a exclusão precisa estar pautada em um paradigma dinâmico, mobilizador da sociedade e responsável pela transformação dos sistemas educacionais, contribuindo para a melhoria da qualidade de ensino e aprendizagem. Existem muitos recursos que podem ajudar a encontrar inspiração, orientação e apoio para que todos os alunos, sem exceção, tenham sucesso na escola. Isto acontece porque já existe um imenso conjunto de documentos que relatam experiências bem-sucedidas na educação para a diversidade. A escola democrática é um caminho para uma escola de qualidade para todos, pois ela é capaz de preencher todos os requisitos de uma escola verdadeiramente inclusiva que respeita a diversidade e a opinião de sua comunidade. Que traça seus caminhos em busca de uma educação de qualidade juntamente com toda a comunidade escolar, que a peça principal da engrenagem de uma educação de qualidade. Superar o sistema tradicional de ensinar e de aprender é um propósito que temos de efetivar urgentemente em busca de uma escola de qualidade para todos. A escola democrática reflete os princípios de uma educação para todos, respeitando a diversidade. Sua estrutura valoriza a democracia, instalando na comunidade escolar o respeito pelo outro e a importância das decisões coletivas que devem abranger o bem de todos, e não apenas dos mais abastados, seja intelectual ou socialmente. Trabalha desde muito cedo os princípios de uma sociedade verdadeiramente democrática, onde todos têm o direito de participação e decisão, gerando uma sociedade que viva a democracia no seu cotidiano, e que democracia não seja apenas uma forma de governo, mas que esteja enraizada nos valores sociais de todos os cidadãos. Os princípios democráticos levam a uma sociedade muito mais justa, e que reconhece as diferenças como sendo produção humana, gerando assim a tão sonhada sociedade inclusiva, onde as diferenças não sejam diferenças, e a igualdade de oportunidades não seja uma luta constante, mais sim um direito adquirido. Só a escola é capaz de inserir na sociedade o verdadeiro sentido de democracia, visto que ela deve ser vivida desde muito cedo para ser consolidada como forma de vida. A escola democrática vem romper os paradigmas não só da educação tradicional, mas como da sociedade tradicional, que não está acostumada a participar das decisões coletivas e respeitar a diversidade de opiniões. Gerando um sistema de educação revolucionário, que deixa para trás a individualidade e a segregação, onde só alguns vencem os obstáculos impostos pelo sistemas educacionais e a grande maioria se sente derrotado por não conseguir ser igual, e aprender da mesma maneiram, na mesma hora e os mesmos conteúdos. As escolas democráticas ousam e provam que utopia é possível. ESCOLAS DEMOCRATICAS NA PRÁTICA Como funciona uma escola democrática? Será que a utopia é mesmo possível? Como mostra esse trabalho as escolas democráticas existem e consolidaram seu papel na sociedade, como sendo propulsoras de escolas de qualidade para todos. Mas como funciona essas instituições? Como conseguem proporcionar essa qualidade de ensino respeitando a diversidade dos alunos? Essas escolas mudaram todas as suas estruturas, revolucionaram os princípios tradicionais da educação, e estão colando em prática um novo paradigma educacional. A escola dos sonhos já existe em Portugal. Escola dos sonhos? Como assim? Essa é uma das perguntas que fazemos quando nos deparamos com essa escola, muitas vezes ficamos tão presos a grandes paradigmas, formas, padrões e com isso não acreditamos nas mudanças a criatividade, imaginação vão se extinguindo e deixamos de lado os grandes sonhos e idéias. Mas é possível haver mudanças é o que constatamos ao conhecer um pouco sobre a escola da Ponte e seu idealizador José Pacheco. Especialista em Música e em Leitura e Escrita, José Pacheco, coordena desde 1976 a Escola da Ponte, instituição pública que se notabilizou pelo projeto educativo inovador, baseado na autonomia dos estudantes. O educador português, que se diz "um louco com noções de prática", é mestre em Ciências da Educação pela Faculdade de Psicologia e de Ciências da Educação da Universidade do Porto. José Pacheco não é o primeiro — e nem será o último — a desejar uma escola que fuja do modelo tradicional. Ao contrário de muitos, no entanto, o educador português pode se orgulhar por ter transformado seu sonho em realidade. Quando jovem, esse educador de fala mansa não pensava em lecionar, queria ser engenheiro eletrônico. Mas uma questão o inquietava por que a escola ainda reproduzia um modelo criado há 200 anos? Na busca por uma resposta, se apaixonou pelo magistério. Na escola da Ponte não há salas de aula e não há aulas. O projeto da Escola da Ponte transformou toda a estrutura educacional, rompendo com o modelo tradicional de escola. Ao estabelecer uma clara e definitiva ruptura com a organização em classes, esta escola assumiu, concretamente, a tarefa de encontrar uma outra forma de pensar a organização escolar. As paredes foram derrubadas libertando professores e alunos da rigidez dos espaços tradicionais. Em conjunto com as alterações arquitetônicas, outras opções organizacionais marcaram a ruptura com o modelo tradicional de organização da escola, que não respeitava as individualidades e não favorecia o sucesso de todos. A organização do tempo na escola excluiu os turnos passando para o período integral evitando fragmentação na organização do trabalho. O dia escolar integral facilita a adoção de processos de organização e gestão participada do tempo e do espaço e a sua apropriação por parte da população escolar. A ausência de muros nos espaços dos alunos, exceto nos casos específicos de iniciação e de transição, permite uma mobilização integrada das estruturas curriculares, de acompanhamento e de socialização, estimula a participação na experiência pedagógica cotidiana e permite enfatizar a o processo de aprendizagem e os conteúdos, usando como estratégia o aprender a aprender. Um espaço pode, no princípio de um dia de trabalho, acolher o trabalho de grupo, pode servir á expressão dramática, e pode receber no fim da tarde as crianças que vão participar de um debate. A distribuição das crianças por espaços específicos acontece apenas em situação de iniciação e de transição. As crianças de iniciação dispõem de um espaço próprio, onde aprendem a ler, escrever e ser gente. Porém, os mais novos não permanecem continuamente neste espaço, partilham outros. As crianças da iniciação lêem e produzem escritas desde o primeiro dia de escola. Quando a primeira frase surge, é trabalhada em letras maiúsculas de computador. Há, sobretudo, dois tipos de texto o “texto inventado” que é quase o equivalente do chamado “texto livre” e o que resulta da procura, seleção e tratamento de informação e que é exposto nos murais. O que distingue a iniciação dos restantes níveis é, sobretudo, o modo como se faz a planificação e uma maior intervenção dos professores. Quando uma criança acede a um grau de autonomia que lhe permita a socialização em pequeno grupo, participa de pequenos jogos assistidos por colegas voluntários, sem, contudo, sair do espaço da iniciação. A saída desse nível acontece quando a criança revela competências de auto-avaliação, de pesquisas e de trabalhos em pequenos e grandes grupos. Aos primeiros planos, elaborados pelos professores, surgem esboços de planificação que cada aluno vai aperfeiçoando, até atingir a capacidade de prever uma gestão equilibrada dos tempos e dos espaços de aprendizagem. A transição, momento em que algumas crianças permanecem apenas o tempo necessário para construírem seus itinerários de aprendizagem, também dispõe de um recanto para que as crianças possam reencontrar consigo e com os outros. Todos os anos chegam a Escola da Ponte crianças vindas de outras escolas, acompanhadas de relatórios elaborados por psicólogos, médicos, psiquiatras... Estas crianças precisam de tempo e de um tipo de atenção que lhes permita a recuperação da auto-estima e uma integração plena na comunidade que os acolhe. Eliminou os mecanismos de aprovação e reprovação, inserindo uma perfeita correspondência entre progressão e progresso tendo em vista que o projeto da escola visa um currículo flexível que se adapte ao progresso do aluno ao longo do ciclo de estudos. O rompimento com a organização tradicional da escola teve conseqüências também quanto ao repensar do serviço docente, houve significativas mudanças relativas à tradicional divisão do trabalho dos professores. Do trabalho isolado passou-se ao trabalho em equipe educativa. Superando as dificuldades do regime de professor único, optou-se por uma situação em que cada um dos elementos do corpo docente especializou-se em duas áreas do currículo, de modo a conseguir-se “dar todo o programa” e não apenas Português, Matemática e Estudo do Meio. Conseguiu-se, igualmente, contemplar a dimensão da formação pessoal e social dos alunos e dos professores. Sem deixar de ficar disponível para apoiar todo e qualquer aluno, a todo o momento, cada professor estará disponível para uma resposta cientificamente mais rigorosa em determinada área de especialização. No entanto, essa especialização em áreas curriculares específicas processa-se no contexto de uma equipe e não pode ser confundida com a disciplinarização. Os professores não precisão preparar aulas, porque não há aulas. Preparam, apenas e eventualmente, aulas muito especiais, as chamadas “aulas diretas”. Os professores preparam-se a si próprios, todos os dias, para responderem a tudo o que for necessário e para enfrentarem a imprevisibilidade. Preparam-se em equipes, diariamente e ao fim da tarde. Os trabalhos que vão ser desenvolvidos ao longo do ano são impossíveis de prever, dependem dos programas, da vontade dos alunos, da negociação e, até certo ponto, do acaso e da necessidade. No final de cada dia, os professores reúnem-se para avaliar o trabalho do dia e preparar o do dia seguinte. Não estando os alunos divididos por turmas, os professores “são professores de todos os alunos” e não estão restritos a um único espaço, a um único grupo de alunos. Mas há um fenômeno freqüente O do acompanhamento de um determinado professor para onde quer que o aluno vá, isto é, se um professor muda de sala, há estudantes que também o fazem. Há um vinculo afetivo maior entre determinado grupo de alunos e determinado professor, uma ligação mais intensa. Os professores e alunos manifestam livremente as suas preferências, sem que isto afete negativamente o sistema de relação. Os alunos podem escolher os professores com quem querem trabalhar. Mas os professores podem tomar a iniciativa de convidar para a formação provisória de determinados grupos, para desenvolvimentos de projetos ou tarefas pontuais. Nos diversos espaços educativos, nunca fica um professor isolado. Os pais dos alunos também podem conversar com os professores para resolução de um problema ou pedir informações, em qualquer hora do dia. A coordenação da equipe pedagógica é delegada, anualmente, a um dos seus membros, que age como porta voz e representante da equipe. Cada professor tem dois tipos de funções e exerce-as em trabalho de pares. Tende para a especialização numa determinada área curricular e assume responsabilidades na coordenação de um determinado projeto, no quadro do projeto educativo. Na Escola da Ponte as crianças são tratadas como crianças e não como adultos, porém dominam por completo os dispositivos pedagógicos da escola e explicitam os porquês de tudo o que fazem, e de tudo o que vive. Desde que um aluno chega à escola até que dela saia, realiza tarefas do dia-a-dia que dependem do tipo de projeto que estão desenvolvendo e do nível em que se encontram. Quando chegam a escola, brincam. Quando se percebe que os professores vão chegando, dirigem-se para uma das salas, após registrar s presença no painel. Pegam o material, procuram o seu grupo, sentam-se na mesa que escolhem, e elaboram o plano do dia. Os responsáveis pelos murais vão atualizando a data expondo as informações disponíveis, enquanto os professores começam a circular, conversando sobre o trabalho feito em casa. A organização de meios e a gestão do bem-estar são de responsabilidade coletiva, de acordo com categorias de tarefas a que se dá o nome de Responsabilidades. Há por exemplo, o Grupo dos murais, a quem compete manter os murais atualizados e organizados o grupo do Recreio Bom, a quem cabe zelar pelo bem estar de todos no recreio, o dos responsáveis pelo material comum, pelo terrário, etc. De quinze em quinze dias, todos os grupos de todas as responsabilidades apresentam a Assembléia o relatório de tudo que fizeram da sua responsabilidade, durante esse tempo. Após a verificação dos professores do plano do dia, a primeira atividade poderá ser desenvolvida, por exemplo, na rede de computadores. Mas, se verificar que não há unidades disponíveis no momento, pode dirigir-se a biblioteca e iniciar uma pesquisa. Voltando ao grupo pode, pode participar em atividades de ensino mútuo prestando aujuda a um colega, ou partilhando informações em outro. Perante qualquer dúvida pede a intervenção de um professor próximo e disponível. Gerindo seu plano a aluno pode deslocar-se para o espaço onde decorrem expressões dramáticas, como danças, teatros e outros. A gestão do tempo e dos espaços e materiais disponíveis requer uma consciência das necessidades, que é exercida a todo o momento pelo aluno, que conta com o permanente aconselhamento dos professores. Tudo num ambiente de responsabilidade e serenidade. No domínio da organização dos alunos, o grupo heterogêneo é a unidade básica adotada, muito embora a organização do trabalho alterne entre o trabalho em grupo, o de pares e o individual; é, geralmente, constituído por três alunos e organizado de modo a promover a participação e ajuda mútua entre alunos de diferentes idades e níveis de desenvolvimento. Apesar do vinculo afetivo ser a base da constituição do grupo, prevalece uma condição para sua constituição cada grupo deve incluir uma aluno que tenha mais necessidades de cuidados. No início de cada ano letivo, após o acolhimento dos mais novos, é organizado um jogo. Cada criança recebe um papel em que está escrito um símbolo, e terá de fazer um grupo com duas crianças que possuam um símbolo diferente do seu. Esse jogo dura apenas até a primeira parte da manhã. A partir desse momento, os alunos podem mudar de grupo e sempre que o desejarem, desde que mantenham a regra da heterogeneidade. Na perspectiva de uma gradual e sustentada passagem para um contexto de inclusão, foi se delineado uma integração, processo por meio do qual as crianças consideradas com necessidades especiais eram apoiadas individualmente, de forma que pudessem participar no cotidiano de uma escola inalterada. Na escola da Ponte os alunos trabalham em grupos heterogêneos, portanto a diferença já faz parte do cotidiano da escola. No plano curricular, o suporte tecnológico da correspondência entre a progressão e o progresso dos alunos caminha junto com a avaliação contínua e o ensino individualizado. Todo planejamento curricular subordina-se, em primeira instância, ao Quadro de Objetivos fixados na parede de uma das salas. O plano de estudo é o mesmo para todos os alunos, mas há adaptações no currículo de cada um, em função das necessidades e capacidades, nomeadamente, no nível de iniciação e de transição. A avaliação da aprendizagem é feita quando o aluno sente-se preparado para tal. A Auto-avaliação acontece quando alguém sente necessidade de manifestar ou aplicar conhecimentos adquiridos, expor competências, etc. Cada aluno comunica o que aprendeu e faz prova de aprendizagem só quando quer, quando sente que é capaz, o que, por vezes, consiste em comunicar aos outros, durante o debate, as descobertas realizadas. A aprendizagem se processa quase sempre em trabalhos de pesquisa e não subordina a manuais iguais para todos os alunos. Quando algum aluno não consegue concretizar os seus objetivos, recorre à ajuda do grupo ou pede uma aula direta a um professor especialista. A aula direta acontece sempre que há pedidos de grupos de alunos e em diferentes áreas. Para participarem nestas aulas, os alunos interessados inscrevem-se num mural que se designa por Preciso de Ajuda. A aula acontece em espaço próprio e função da área e da dificuldade identificada. Para o trabalho de pesquisa os alunos dispõem de alguns meios preferenciais, como a biblioteca, os computadores e os textos de quinzena, sendo a pesquisa orientada por tópicos e pelo apoio metodológico dos professores. A maior parte das pesquisas desenvolve-se na biblioteca, onde há livros ajustados a todos os níveis de aprendizagem, ou pelo recurso a novas tecnologias de comunicação e informação, para o que se encontra permanentemente disponível uma rede de computadores, a que cada criança recorre quando necessita. O projeto revolucionário na escola da Ponte já existe à trinta e um anos, mostrando que a utopias pode ser colocada em pratica. E uma escola de qualidade para todos pode existir e satisfazer a necessidade de todos os alunos, levando os para a autonomia intelectual e social. A hoje denominada EMEF Desembargador Amorim Lima nasceu em 1956 como 1a. Escola Isolada de Vila Indiana. Começou a ocupar o endereço atual em 1968. Em 1969 passou a chamar-se Escola de 1o. Grau Desembargador Amorim Lima e, com a promulgação da nova Lei de Diretrizes e Bases da Educação, em 1999, recebeu a denominação atual. Situada no bairro do Butantã em São Paulo, com alta heterogeneidade social e cultural, próxima a pólos científico-culturais da importância da Universidade de São Paulo, de áreas mais pobres de seu entorno e de pólos de importantes manifestações culturais, como o Morro do Querosene, a Amorim Lima teve, ao longo dos anos, o privilégio de receber também uma clientela heterogênea e múltipla. Se essas características fizeram da Amorim Lima uma escola desde há muitos anos diferenciada, com uma comunidade ativa e participativa, foi a partir de 1996, com a chegada de Ana Elisa Siqueira como diretora que a escola passou a viver suas transformações mais profundas. Preocupada com a alta evasão – e ciente do triste fim que vinham a ter os alunos evadidos visto que, para muitos, era a escola o único vínculo social concreto, o primeiro esforço da nova diretoria foi no sentido de manter os alunos na escola, durante o maior tempo possível. Foi o tempo de derrubar os alambrados que cercavam a circulação no pátio, num voto de respeito e confiança, de abrir a escola nos fins de semana, de melhorar os espaços tornando-os agradáveis e voltados à convivência. De abrir, enfim, a escola à comunidade. A sala da diretoria deixou de ser a ameaça ao aluno desviante, para, sempre de portas abertas, ser o centro de uma transformação radical. Alunos de séries mais avançadas começaram a freqüentar e viver a escola fora de seus horários de aula, como monitores em atividades várias. Com apoio e o engajamento crescente dos pais e mães de alunos e da comunidade, a escola passou a oferecer atividades extracurriculares. Instalaram-se Oficinas de Cultura Brasileira, de Capoeira, de Educação Ambiental, de Teatro. A maior participação dos pais e mães passou a se refletir na organização das festas Festa Junina, Festa da Cultura Brasileira, em agosto, Festa do Auto de Natal, com a colaboração de Conceição Accioly e Lydia Hortélio, na criação do Grupo de Teatro de Mães, no trabalho voluntário. O Instituto Pichón-Riviere e o Instituto Veredas foram convidados a fazer intervenções na escola. Conseguiu-se apoio financeiro externo para uma série de atividades – primeiro do Projeto Crer para Ver, da Fundação Abrinq, por dois anos, e depois da Fundação Camargo Correia. Em 2002, o Conselho de Escola, fortemente constituído, começou a discutir meios de melhorar o nível de aprendizado e de convivência na escola. No sentido de melhor diagnosticar a situação real, e de tratar as questões de forma mais objetiva, foi realizada uma reunião em 11/06/02, com a presença de 52 pais e 21 professores, quando se instituiu uma Comissão com o objetivo de levantar e analisar os seguintes dados a número de alunos, o sexo e a idade, por sala; b número de alunos com conceito NS não satisfatório em português e matemática para as 1as. a 4as. séries, e em qualquer matéria para as 5as. a 8as. séries; c alunos com mais do que 20% de faltas no semestre; d número de aulas que os alunos efetivamente tiveram; e número de aulas previstas e aulas dispensadas ou dadas por outro professor. Foram diagnosticados como problemas centrais indisciplina e alto índice de falta de alguns alunos e aulas vagas devido à elevada ausência de alguns professores. Ainda que localizada, e concentrada em algumas disciplinas o levantamento nas 5as. a 8as. séries indica, nos primeiros meses de 2002, ausência superior a 50% nas aulas de matemática em 5 das 11 turmas, a ausência de professor assumiu, no diagnóstico da comissão, lugar central, pois se entendeu que as outras questões – indisciplina e falta dos alunos – estariam a ela associadas. No decorrer de 2002 a comissão foi acolhendo e encaminhando propostas, no sentido de resolver os problemas levantados. Relatório da comissão de dezembro de 2002 avaliou como tendo havido progresso em alguns pontos – atendimento de pedido da escola para alocação de 2 professores eventuais pela manhã e 2 à tarde, por exemplo – mas sendo outros de difícil solução. No inicio de 2003 a Comissão e o Conselho de Escola, examinando o texto do Projeto Político Pedagógico preparado para o período letivo que se iniciava, entendeu que havia grande dissonância entre o texto e a prática cotidiana na escola. Não tendo, os instrumentos teóricos que lhes permitissem aprofundar a análise da prática educativa com o proposto no Projeto, no intuito de sugerir e cobrar mudanças que implicassem numa efetiva melhora das condições de ensino, em agosto de 2003 o Conselho convidou a psicóloga Rosely Sayão – interlocutora da escola desde 2001 – a formular, com eles, esses critérios de análise. No decorrer desta interlocução, a psicóloga Rosely Sayão apresenta-lhes um vídeo sobre a Escola da Ponte, de Portugal, que causou grande impacto nos membros do Conselho de imediato é percebida a grande semelhança entre os valores que os animavam e aqueles que o vídeo sobre o cotidiano na Escola da Ponte faziam transparecer. Tendo recém visitado a Escola da Ponte, e notando o entusiasmo da comunidade da Amorim Lima pelo Projeto Fazer a Ponte , a psicóloga Rosely Sayão, a pedido do Conselho de Escola, formulou e apresentou, em setembro de 2003, uma proposta de assessoria, no sentido de se ir implantando, na Amorim Lima, dispositivos inspirados naqueles da escola portuguesa. Essa metodologia aplicada na Escola da Ponte foi adaptada na Amorim Lima, de acordo com a sua realidade e possibilidade. O princípio básico é trabalhar a educação na cidadania, o que significa um trabalho de construção de autonomia e participação do aluno. Para que isto ocorra, dispositivos que permitem a vivência, a participação e apropriação pessoal do currículo escolar, além de todo um trabalho de convivência coletiva de alunos e educadores. Tendo em vista este princípio norteador a escola foi organizada buscando um aprendizado pessoal dentro de um processo e de um espaço coletivo. Para concretizar esse pressuposto, foram derrubadas as paredes entre as classes, já que professores e alunos precisam ter uma convivência, compartilhar experiências e ter uma atitude solidária uns com os outros. O Projeto Pedagógico EMEF Desembargador Amorim Lima é um projeto único, nascido do esforço de uma comunidade específica e voltado a suprir as demandas e anseios desta comunidade. Para tanto, está construindo estratégias, encontrando soluções e criando os dispositivos pedagógicos que julga melhor se adequarem ao universo de seus alunos e educadores, no sentido de alcançar seus objetivos de forma plena e eficaz. É, portanto, um projeto que em tudo se apóia e em tudo coerente com o propugnado na Lei de Diretrizes e Bases da Educação Brasileira LDB. As grandes linhas pedagógicas do Projeto são absolutamente consonantes com aquelas que os Parâmetros Curriculares Nacionais PCN indicam como objetivo a se esperar dos alunos do ensino fundamental. No esforço de adequação e observância aos fundamentos do Projeto, faz se necessário uma série de transformações dos dispositivos pedagógicos anteriormente praticados na escola. No sentido de aumentar a participação dos alunos no processo de aprendizagem, melhor favorecer o desenvolvimento de seus graus de autonomia e ainda, no sentido de melhor adequar o currículo objetivo aos ritmos e predisposições individuais, o Projeto privilegia o trabalho de pesquisa. A aula expositiva deixa de ser o instrumento preferencial de transmissão e aquisição de saber, passando a ser um recurso utilizado pontualmente seja nos momentos em que o grau de autonomia não permita, ainda, a vinculação a um projeto de pesquisa; seja nos momentos em que os educadores entendam que uma explanação possibilite um avanço no processo, esgotados todos os outros recursos; e seja, finalmente, nas ocasiões em que características momentâneas do Projeto em implantação não permitam adequar a prática pedagógica aos princípios que a fundamentam. O trabalho de pesquisa é norteado por Roteiros Temáticos de Pesquisa, e apoiado nos livros didáticos e paradidáticos, num contexto predominantemente grupal. Apesar de usar livros de forma particular e não seqüencial, privilegiando uma transversalidade temática, e apesar de não se restringir a eles, o Projeto reconhece o Programa Nacional do Livro Didático como uma outra sua importante base prática e conceitual, além da sustentação em uma Política Pública Federal. Além do acompanhamento grupal e individual em sala, são os alunos acompanhados mais de perto por um tutor que, ao ater-se a um grupo menor de alunos, preferencialmente durante todo o período de formação escolar, pode orientá-los com olhar mais atento e agudo, indicando e corrigindo rumos. Sendo a busca da autonomia um valor matricial do Projeto, e somente podendo ela fundar-se numa cada vez mais aprofundada auto-avaliação, caberá ao espaço da tutoria auxiliar os professores a implantar e fomentar a auto-avaliação, numa gradual tomada de consciência, por parte dos alunos, de suas capacidades e de suas dificuldades. È pretensão do Projeto oferecer, além de uma adequada formação intelectual e cognitiva, um aprimoramento artístico, físico, estético, enfim voltado às mais diversas formas de manifestação expressiva do ser humano, num clima de valorização do amadurecimento das relações interpessoais sem a banalização dos afetos. O trabalho dos arte-educadores assume, pois, lugar de grande importância, devendo as diversas forças que compõem o coletivo esforçar-se por viabilizar, segundo critérios do Conselho Pedagógico, a sua sustentada e permanente presença na escola. A EMEF Desembargador Amorim Lima possui importante acervo de mais de volumes. Reformada, e em processo de completa informatização, a sala de leitura transformou-se em biblioteca circulante, expandindo o acesso a seu acervo à toda a comunidade. Cabe ressaltar a importância, para a existência deste Projeto, daquele outro implantado na pequena Vila das Aves, em Portugal, sob o nome Fazer a Ponte. Além de mostrar que “a utopia é possível”, como bem o disse o professor José Pacheco, a Escola da Ponte é uma fonte permanente de inspiração e reflexão. O projeto da Escola Amorim Lima tem como princípio uma escola de qualidade para todos, que valoriza a educação baseada na heterogeneidade, proporcionando aos alunos a convivência com a diferença e com os conflitos que essa convivência pode ocasionar, dando oportunidade aos alunos de gerirem seus próprios conhecimentos e conflitos de acordo com suas necessidades e capacidades. Proporcionando a toda comunidade escolar o direito de participação em todos os mecanismos da escola, onde alunos e comunidade vivem e praticam a democracia. Esse trabalho foi inspirado nos princípios democráticos, na tentativa de proporcionar um ensino de qualidade que respeita a diversidade e o ritmo de aprendizagem de cada aluno. Trabalhando no desenvolvimento das habilidades que os alunos devem atingir no final do segundo ciclo da educação fundamental de acordo com os Parâmetros Curriculares Nacionais. Freire 2000 diz que “experiências não se transplantam, elas se reiventam”. Em uma profunda reflexão sobre essas sábias palavras do mestre Paulo Freire, surgiu idéia de implantar uma sementinha de autonomia e democracia em uma sala de aula de uma pequena escola, de acordo com a realidade da educação no município e principalmente na escola onde o projeto está sendo desenvolvido. Ele tem princípios democráticos que envolvem a autonomia dos alunos dentro da sala de aula, infelizmente ele não abrange a escola inteira e nem a comunidade local. O trabalho aqui relatado está sendo desenvolvimento no Centro Integrado de Educação Básica “Bairro Recanto Primavera”, localizada na cidade de Ibiúna estado de São Paulo. Escola vinculada Centro de Integrado de Educação Básica “Teresa Falci”, localizada no bairro do Cupim na mesma cidade. A escola é composta de duas salas de aula, onde é trabalhado no sistema multi-seriado, isto é, com duas séries em cada sala de aula, 1ª e 2ª séries e 3ª e 4ª séries. Esse trabalho está sendo realizado com os alunos de 3ª e 4ª séries, composta de nove alunos matriculados na 3ª série e onze alunos na 4ª série. Dos alunos da 3ª série apenas uma apresenta dificuldades significativas em relação à aprendizagem e linguagem oral, está na fase pré-silábica, isto é compreende que a escrita representa os sons da fala, percebe a necessidade de mais de uma letra para a maioria das sílabas, reconhece os sons das letras ao ouvi-las, ao pronunciá-las apresenta dificuldade, por não atribuiu o som do fonema em algumas letras, pela dificuldade na fala, não consegue pronunciar corretamente as palavras. Foi encaminhada para avaliação com profissionais da área da saúde e atualmente está em tratamento com fonoaudióloga. Os outros alunos da terceira série não apresentaram dificuldades estão seguindo os conteúdos propostos de acordo com seus ritmos. Na quarta série seis alunos são repetentes, com dificuldades na produção e interpretação de textos e consequentemente em resoluções de problemas. No final do primeiro semestre apresentaram grandes evoluções, começando a produzir textos coerentes, coesos e interpretar sem ajuda do professor. Apenas uma aluna tem dificuldades preocupantes em relação à leitura e escrita, porém também já apresentou evoluções. O trabalho teve início no primeiro de junho de 2007 quando foi apresentada a classe uma nova proposta de trabalho, com o objetivo de desenvolver a autonomia, construir da melhor maneira a aprendizagem, envolver todos os alunos, trabalhando o respeito, a solidariedade, e a importância do conhecimento. O trabalho com leitura, interpretação e pesquisa é diário envolvendo todos os tipos de textos, proporcionando aos alunos a possibilidade não só de alfabertizar-se como principalmente letrar-se, e assim estar capacitado para prosseguir sua vida escolar e social. A autonomia deve ser construída aos poucos, e no princìpio assusta. Sexta-feira dia primeiro de junho de 2007, os alunos fizeram a “primeira assembléia” para conhecer as mudanças que ocorreriam na sala de aula a partir daquela data. A professora apresentou aos alunos a nova proposta de trabalho, explicando que todas as decisões sobre conteúdos, atividades e problemas sociais ocorridos na sala de aula seriam discutidos nas pequenas assembléias, que aconteceriam todas as sextas-feiras, discutiram sobre a organização da sala de aula e da escola, foi decidido que haveria grupos de responsáveis por cada setor da classe e da escola e também qual seriam as responsabilidades de cada grupo junto ao bom andamento da escola .Realizaram um sorteio para decidir os membros de cada grupo. Nesse mesmo dia confeccionaram os murais que auxiliaram na organização do novo método de trabalho. Figura 1 Mural para as atividades da semana. Figrua 2 Mural com os deveres dos grupos de responsabilidades. Segunda-feira dia 04 de julho de 2007, ao chegar à escola os alunos primeiramente dispuserem as carteiras formando grupo de quatro. O grupo responsável pelos murais colocou no mural dos grupos de responsabilidade uma plaqueta com o nome dos membros do grupo que por duas semanas trabalham juntos. Esse dia foi muito confuso para os alunos, não conseguiam entender que a professora não seria mais o centro da atenção na sala de aula, e que bastaria olhar no mural, e pronto lá estavam às lições. Não conseguiam decidir o que fazer, foi um barulho imenso, uma gritaria, e muita discussão. Também não entendiam o sentido do trabalho em grupo, e que a conversa e a ajuda era fundamental. Na primeira semana, foram apenas três dias de aula em virtude de um feriado. Não houve portando grandes evoluções, os alunos estavam assustados, sem conseguir tomar decisões. Na segunda semana, foi possível observar alguns resultados positivos, os alunos estavam se ajudando, pedindo o auxílio do professor só quando a dificuldade era de todos. Todos os alunos, até mesmo aqueles que antes não realizavam todas as tarefas, conseguiram realizar todas as atividades propostas para a semana. A aluna que não está alfabetizada, e apresenta dificuldades significativas na fala, realizou as tarefas com ajuda dos colegas que a aceitaram muito bem no grupo. Na terceira semana uma nova aluna entrou na turma, que ficou assustada com aquele aparente bagunça, porém todos à acolheram muito bem. Todos os dias os alunos sentam em grupo, à sala é dividida em cinco grupos composto por quatro á cinco alunos. Os grupos são escolhidos aleatoriamente pelo professor, mudando de quinze em quinze dias. O grupo tem autonomia de decidir quais são as atividades que realizarão naquele dia, tendo que realizar todas as tarefas propostas para a semana até sexta-feira. O grupo decide junto o que querem realizar. Os alunos aos poucos estão se acostumando com a proposta de trabalho, e desenvolvendo sua autonomia e respeito pela diferença, já que o trabalho em grupo possibilidade um relacionamento mais intenso de aprendizagem e principalmente de amizade. O indivíduo necessita conhecer e viver os princípios democráticos desde sua infância para aprender a discutir e tomar decisões que visem o bem estar de todos. Os trabalhos em grupos desenvolvidos nesse projeto possibilitam essa vivencia de democracia, sendo que os alunos precisam decidir a pauta das aulas da semana de acordo com a decisão da maioria do princípio a professora media todas as decisões do grupo para que os conflitos sejam resolvidos a partir de um diálogo onde todas as opiniões sejam respeitadas e as decisões sejam realmente democrática. Cada grupo fica responsável em cuidar de alguma dependência da escola RECREIO – JOGOS - Colocar os jogos no pátio na hora do recreio - Ensinar os alunos a jogar. - Verificar, logo após o uso, se os jogos estão completos. - Manter os jogos organizados, cada um em sua caixa. - Recolher os jogos, após o recreio. RECREIO – BRINCADEIRAS. - Organizar brincadeiras para a hora do recreio. - Fazer campanhas para que os alunos participem das brincadeiras. - Colocar regras para a participação das brincadeiras. - Verificar e cuidar para que as regras sejam cumpridas por todos. - Cuidar para que não haja brigas durante as brincadeiras. ORGANIZAZÃO DOS MURAIS. - Tirar e colar atividades e cartazes nos murais. - Organizar o mural das responsabilidades. - Organizar o mural da pauta de aulas da semana. - trazer notícias e assuntos interessantes para colocar no mural. ORGANIZAÇÃO DA SALA DE AULA - Arrumar as carteiras de acordo com a solicitação da professora. - Abrir e fechar as cortinas e janelas. - Distribuir os materiais necessários para as aulas. - Manter as prateleiras e o cantinho da leitura organizados. - Verificar e manter a limpeza da classe. - Ajudar a professora em todas as aulas. - Verificar no final da aula se ninguém esqueceu nada. ORGANIZAÇÃO DO PÁTIO E QUADRA. - Verificar a limpeza, antes, durante e após o recreio. - Manter o pátio organizado, mesas e bancos nos lugares. - Organizar os espaços para brincadeiras e jogos na hora do recreio. - Manter o jardim e a horta arrumados. O trabalho de responsabilidade dos grupos proporciona aos alunos o entendimento de que os espaços escolares são de todos, e que nesses espaços todos devem viver em harmonia, liberdade e respeito. Todas segundas-feiras são apresentadas á classe as atividades propostas para a semana e o grupo responsável pelos murais, coloca-as em seus respectivos lugares, sendo que a professora trás as atividades separadas para cada dia da semana. As atividades não são passadas na lousa, e sim digitadas ou xerocadas e cada grupo pode retirar duas cópias de cada atividade para serem copiadas no caderno, com algumas atividades xerocadas ou mimeografadas. O professor em sala de aula serve apenas como mediador da aprendizagem, mostrando aos alunos que o saber deve se conquistar através da leitura e da interação com o outro, proporcionando a autonomia na sala de aula e que com essas vivencia deverá ser transportada para sua vida em sociedade, tornando-o capaz de prosseguir sua vida acadêmica e social com total liberdade e respeito às diferenças. Todas sextas-feiras os alunos se reúnem em uma assembléia junto com o professor, para expor qual foram às atividades mais importantes, os assuntos que gostariam de aprofundar, os conflitos que aconteceram entre os membros dos grupos. Nessa assembléia decidem quais são as atividades que serão realizadas na semana seguinte, de acordo com sugestões do professor, que mostra os livros com as atividades e expõe sobre os novos conteúdos que devem ser estudados pela classe os alunos decidem de acordo com o interesse da maioria da classe. A avaliação é contínua, onde todos os aspectos são observados e servem como avaliação, o comportamento do aluno na hora da assembléia como expõe suas opiniões, a realização das atividades diária, seu comportamento diante as decisões do grupo, a autonomia na a leitura e a interpretação das atividades, as produções de textos onde escrevem as descobertas sobre determinados assuntos e através de relatórios semanais. 4. CONCLUSÃO Uma escola de qualidade para todos, que respeita o indivíduo com suas diferenças e limitações que trata a criança como agente de sua própria aprendizagem, parece uma utopia, porém uma revolução no sistema de ensino é capaz de proporcionar a escola sonhada por todos. Uma escola reiventada, que rompe todos os princípios da escola tradicional e apresenta uma nova concepção de educação, uma educação com o princípio de que não é possível ensinar a todos como se fosse um só, libertando-se das classes, dos manuais e testes de aprendizagem, onde o professor almeja que os alunos aprendam melhor, descubram-se como pessoas, que vejam o outro como pessoa e sejam felizes na medida do possível. As escolas democráticas conseguem realizar essa façanha de revolucionar a educação. Os professores assumem o papel de participantes e não do centro das atenções, orientam o processo de aprendizagem organizam atividades juntamente com os alunos com o objetivo de desenvolver estruturas cognitivas num “aprender fazendo” e no “aprender a aprender”, ajudam a resolver problemas, estimulam as crianças e confiam em suas potencialidades. Consideram a criança como agente de sua aprendizagem, proporcionando atividades de exploração e de pesquisa, num processo significativo. Valorizam-se as aprendizagens significativas numa perspectiva interdisciplinar, estimulando a procura de solução de problemas, de forma a que o aluno trabalhe conceitos, reelaborando-os aumentando sua autoconfiança e ascendendo a níveis elevados de autonomia. O valor da autonomia nas escolas democráticas encontra sua expressão máxima, os alunos são estimulados a exercê-la durante todo processo ensino aprendizagem, pois elaboram seus currículos e aprendem a conduzir o tempo de trabalho, vivem a autonomia sendo assim aprendem a ser autônomos. Nessa perspectiva as crianças são educadas através da autonomia, com uma liberdade que exige a responsabilidade, aprendem distinguir entre liberdade e libertinagem, que sua liberdade começa onde começa a liberdade do outro, exercer sua cidadania desde muitas pequenas reconhecendo o poder da verdadeira democracia. A democracia permeia todos os princípios da educação democrática, a comunidade escolar como um todo decide e compartilha todos os problemas e progressos da instituição, e os alunos como protagonistas dessa instituição aprendem todo o conteúdo previsto nos parâmetros que regem a educação no país, e principalmente os princípios democráticos, contribuindo para a democratização de toda a sociedade. As escolas relatadas nessa pesquisa podem ser consideradas inclusivas, ou seja, de qualidade para todos, perceberam que o fracasso de seus alunos, era culpa de um sistema ultrapassado e resolveram tentar uma transformação, que elevou seus alunos tidos como “fracassados” para o titulo de capacitados e emancipados. Mudaram toda a estrutura organizacional da escola tradicional, para uma versão contemporânea de educação, onde os alunos não são mais divididos por séries ou capacidades e todos podem através da interação social buscar conhecimentos tendo como base a democracia solidária. Essas escola valorizam a diversidade, abandonando o conceito homogeneidade e transformando o conceito de diferença. ... uma escola para todos não desconhece os conteúdos acadêmicos, não menospreza o conhecimento científico sistematizado, mas também não se restringe a instruir os alunos, a “dominá-los” a todo custo. MANTOAN, 2003, Ao se deparar com os princípios de uma escola democrática imagina-se que ela não é capaz de proporcionar aos seus alunos os conhecimentos necessários para a continuidade de sua vida acadêmica, porém a preocupação na construção do conhecimento cientifico permeia todo o currículo onde o aluno é incentivado a elabora seu próprio currículo de acordo com seu interesse, sendo assim a aprendizagem se torna prazerosa, pois os conteúdos não são impostos e o aluno sabe sua importância fora das paredes da escola. Mantoan 2003 afirma que as escolas inclusivas atendem as diferenças sem discriminar, sem trabalhar á parte com alguns alunos, sem estabelecer regras específicas se planejar, para aprender, para avaliar. Uma escola democrática atende esses princípios visando à aprendizagem individual valorizando a maneira que cada um tem de construir sua aprendizagem. REFERÊNCIAS BIBLIOGRÁFICAS APPLE, Michael, BEANE, James. Escolas democráticas. São Paulo Cortez, 1997 BARBOSA DE OLIVEIRA, Inês e TAL. A democracia no cotidiano da escola. Rio de Janeiro DP&ASEPE,1999. BRASIL. Secretaria de Educação Fundamental. Parâmetros Curriculares Nacionais introdução aos parâmetros curriculares nacionais. Brasília MEC/SEF, 1997 CANÁRIO, Rui, MATOS Filomena, TRINDADE, Rui. Escola da Ponte um outro caminho para a educação. São Paulo Didática Suplegraf, 2004 CECIANA. Educação democrática um caminho para a autônima da infância. Disponível em COVRE MANZINI, Maria de Lourdes, Educação, tecnocracia e democratização. São Paulo Àtica, 1990 CUCIO, Patrícia. Educação democrática o que é isso? Disponível em LIBÂNEO, José Carlos. Democratização da escola Pública A pedagogia crítico-social dos conteúdos. São Paulo Loyola, 2001 LUDWIG, Antonio Carlos Will. Democracia e ensino militar. São Paulo Cortez 1998 NEUTZLING, Cláudio. Tolerância e democracia em John Dewey. Roma Pontifícia Universidade Gregoriana,1984 MATOAN, Maria Teresa Ègler. Inclusão Escolar O que é? Por quê? Como fazer?. São Paulo Moderna, 2003 PACHECO, José. Caminhos para a inclusão um guia para o aprimoramento da equipe escolar. Porto Alegre Artmed, 2007 PIAGET, Jean. Para onde vai a educação? Rio de Janeiro José Olimpio, 1978.
Implikasidapat dirumuskan berdasarkan temuan-temuan penelitian yang merupakan konsekuensi untuk mencapai kondisi ideal dalam pelaksanaan budaya demokrasi pada organisasi siswa Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Secara etimologis istilah demokrasi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu dari kata demos dan kratos. Demos artinya rakyat, dan kratos yang berarti sederhana demokrasi dapat diartikan pemerintahan yang dipegang oleh rakyat atau dapat juga diartikan sebagai kekuasaan tertinggi ditangan merupakan tempat siswa belajar segala sesuatu termasuk belajar demokrasi. Mempelajari demokrasi tidak hanya teori demokrasi, tetapi dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Membudayakan nilai-nilai demokrasi di sekolah membutuhkan prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban, tumbuhnya semangat persaudaraan antara siswa dan guru. Prinsip-prinsip tersebut harus selalu menyertai pembelajaran di kelas pada mata pelajaran sekolah merupakan jembatan atau transisi bagi anak dalam rangka penanaman nilai-nilai demokrasi dalam diri seorang anak. Dalam ini sekolah merupakan pengganti orang tua dalam mendidik seorang anak. Penanaman-penanaman niliai demokrasi ini biasanya dilakukan dengan mengajarkan kepada anak tentang nilai-nilai demokrasi, misalnya melalui pembelajaran di kelas. Untuk mengaplikasikan nilai-nilai demokrasi yang telah diajarkan maka sekolah memberikan sarana kepada siswa berupa organisasi-organisasi. Organisasi ini bertujuan untuk mengajarkan kepada siswa untuk lebih bersifat demokratis, bertanggung jawab, serta menghargai sehingga diharapkan dapat berguna sebagai bekal siswa Yang nantinya akan terjun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai seorang siswa juga harus belajar berdemokrasi dengan membiasakan hidup secara demokratis. Sekolah merupakan tempat yang tepat untuk berlatih dan mengembangkan nilai-nilai demokrasi. Budaya demokrasi dapat dilaksanakan dalam berbagai kegiatan di sekolah. Di bawah ini akan saya sebutkan penerapan demokrasi di sekolah diantaranya1. Musyawarah Kelas, musyawarah adalah suatu wujud pelaksanaan demokrasi. Musyawarah kelas dilakukan untuk membahas persoalan yang dihadapi kelas tersebut, misalnya membentuk kelompok kerja, lomba kebersihan, lomba pentas seni, dan lain-lain. Dalam mengambil sebuah keputusan diusahakan diperoleh dengan cara musyawarah Pemilihan Ketua Kelas, dapat dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika musyawarah mufakat tidak berhasil membuahkan keputusan bersama, biasanya dilakukan atau ditempuh dengan cara pemungutan suara/voting. Cara ini ditempuh jika terdapat lebih dari satu calon ketua kelas yang sama Pemilihan Ketua OSIS Organisasi Intra Sekolah. 4. Membuat Koperasi Sekolah, salah satu bentuh kegiatan badan usaha yang bersifat demokrasi dilingkungan sekolah adalah koperasi sekolah. Sejalan dengan semangat demokrasi, koperasi terkenal dengab semboyannya "dari anggota, oleh anggota, dan intuk anggota". Adanya koperasi sekolah dapat membantu anggota dengan menyediakan berbagai kebutuhan Menghargai Perbedaan Agama di lingkungan Menghargai Pendapat orang lain terutama kepada teman sekolah. 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya Budayapolitik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah, yang ditunjukan oleh tingkat kompetensi politik, yaitu menyelesaikan sesuatu hal secara politik, dan tingkat efficacy atau keberdayaan, karena mereka merasa memiliki setidaknya kekuatan politik yang ditunjukan oleh warga negara.
“Budaya Demokrasi Pendidikan di Lingkungan Sekolah” Demokratisasi artinya proses menuju demokrasi. Demokratisasi pendidikan mengandung arti, proses menuju demokrasi di bidang pendidikan. Disamping unsur kebebasan dalam berinteraksi, demokratisasi pendidikan juga mensyaraktkan komunikasi yang dialogis dengan dua aspek yang inhern, yaitu 1. Komunikasi berlagsung ke segala arah, dan bukan hanya bersifat satu arah yaitu dari pendidik ke peserta didik top down 2. Arus komunikasi berlangsung secara seimbang, yakni antara pendidik dan peserta didik dan juga antar peserta didik. Sehingga pada akhirnya, model komunikasi berlangsung secara 3 arah pendidik – peserta didik-antar peserta didik, maka sumber belajar bukan hanya terletak pada pendidik melainkan juga peserta didik dan pengajaran tidak melulu bersifat top- down, namun perlu diimbangi dengan bottom-up. Adapun inti dari demokrasi adalah kebebasan, persamaan hak, keadilan musyawarah dan tanggung jawab. Demokratisasi pendidikan merupakan proses pembelajaran seluruh civitas akademika untuk memajukan pendidikan. Kalau dalam politik ada rakyat, maka dalam pendidikan ada peserta didik. Pendidikan yang demokratis berarti melibatkan murid secara aktif dalam seluruh proses pendidikannya student- centersed-student active learning. Bukan sebaliknya, berpola top down, yakni berpusat pada guru teacher centered sehingga murid berperan sebagai objek didik, atau sebagaimana dikatakan oleh paulo freire dengan istilah banking syistem education atau pendidik gaya bank dimana murid didibaratkan sebagai celengan yang bersifat koin. Adapun bentuk – bentuk demokrasi pendidikan adalah 1. kebebasan bagi pendidik dan peserta didik yang maksudnya kebebasannya meliputi kebebasan berkarya, mengembangkan potensi dan berpendapat 2. persamaan peserta didik dalam pendidikan dimana peserta didik yang masuk di Lembaga pendidikan tidak ada perbedaan derajat atau martabat, karena penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dari pendidik 3. penghormatan akan martabat individu dalam pendidikan, misalnya pendidik dalam memberikan hukuman kepada peserta didik harus yang bersifat mendidik karena dengan cara demikian akan tercipta situasi dan kondisi yang demokratis dalam proses belajar mengajar Pendidikan yang demokratis menerapkan sistem andragogi. Sistem ini menuntut keaktifan siswa untuk berbuat learning by doing. Di sini murid diberi umpan dan kail, kemudian dibimbing untuk mencari ikan sendiri. Jadi bukan langsung diberi ikan tanpa proses pemancingan. Proses pendidikan yang menekankan pentingnya nilai-nilai kebebasan dan demokrasi inilah yang menjadikan pendidikan bernuansa humanis. Perlakuannya menggunakan pendekatan humanistik. Kebebasan menimbulkan kreativitas. Kreativitas merupakan proses mental dan kemampuan tertentu untuk “mencipta”. Kreativitas adalah proses pemikiran terhadap sesuatu masalah yang darinya dapat dihasilkan gagasan baru yang sebelumnya tak terpikirkan. Kreativitas juga berarti sebagai proses interaktif antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang kreatif dapat terlihat dari kemampuannya mengatasi masalah problem sensitivity, mampu menciptakan ide alternatif untuk memecahkan masalah idea fluency, mampu memindahkan ide dari satu pola pikir ke pola pikir yang lain idea flexibility. Orang yang kreatif pun dapat dilihat dari kemampuannya untuk menciptakan ide yang asli idea originality. Seluruh kemampuan pengembangan ide dan sensitivitas terhadap persoalan yang merupakan ciri kreatif tersebut tak dapat terbentuk bilamana dalam diri seseorang terjadi tekanan dan pembatasan atas kebebasannya. Dalam rangka mengoptimalkan perilaku budaya demokrasi maka sebagai generasi penerus yang akan mempertahankan negara demokrasi, perlu mendemonstrasikan bagaimana peran serta kita dalam pelaksanaan pesta demokrasi. Prinsip-prinsip yang patut kita demonstrasikan dalam kehidupan berdemokrasi, antara lain sebagai berikut a. Membiasakan untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hukum yang berlaku. b. Membiasakan bertindak secara demokratis bukan otokrasi atau tirani. c. Membiasakan untuk menyelesaikan persoalan dengan musyawarah. d. Membiasakan mengadakan perubahan secara damai tidak dengan kekerasan atau anarkis. e. Membiasakan untuk memilih pemimpin melalui cara-cara yang demokratis. f. Selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani luhur dalam musyawarah g. Selalu mempertanggungjawabkan hasil keputusan musyawarah baik kepada Tuhan, masyarakat, bangsa, dan negara h. Menggunaka kebebasan dengan penuh tanggung jawab. i. Membiasakan memberikan kritik yang bersifat membangun. Sekolah merupakan tonggak dasar penanaman budaya demokrasi bagi generasi penerus bangsa, karena di sinilah mereka bertemu dengan berbagai macam pikiran-pikiran, watak, karakter, budaya, dan agama. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peran utama dalam menumbuhkan budaya demokrasi di kalangan pelajar. Oleh karena itu, sekolah harus menampilkan budaya demokratis dalam pengelolaan pendidikannya. Sekolah juga menjadi tempat anak mengenal, mengetahui, dan melaksanakan perilaku demokratis. Teori mengenai demokrasi diajarkan di sekolah. Anak juga dapat menerapkan teori yang telah dipelajari di sekolah Adapun contoh pelaksanaan budaya demokrasi di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut Pemilihan organisasi sekolah dan kelas dengan musyawarah Pembagian tugas piket yang merata Interaksi dan komunikasi yang lancar antara guru, siswa, dan orang di lingkungan sekolah Pelaksanaan upacara dengan bergantian Menghadiri acara yang diadakan sekolah Ikut berpartispasi dalam OSIS Ikut serta dalam kegiatan politik di sekolah seperti pemilihan ketua OSIS, ketua kelas, maupun kegiatan yang lain yang relevan. Memberikan usul, saran, dan pesan kepada pihak sekolah Menulis artikel, pendapat, opini di majalah dinding. Hadir disekolah tepat waktu Membayar SPP atau iuran wajib sekolah Menggunakan waktu istirahat untuk kegiatan yang positif Menghindari perkataan yang menyakitkan hati guru atau teman Tidak membuat gaduh ketika pelajaran berlangsung Dalam Pelaksanaan budaya demokrasi yang umumnya diterapkan di sekolah adalah melalui wadah Organisasi OSIS, pemilihan kepengurusan OSIS. Dimana OSIS adalah suatu wadah organisasi yang diperuntukkan untuk siswa. Dimana hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari pembelajaran nyata dalam berpolitik secara demokratis pada tataran sekolah. Pelaksanaan pemilihan kepengurusan OSIS sudah menerapkan budaya demokrasi dengan baik. Hal ini terlihat dari pelaksanaan pemilihan yang berasaskan luber dan jurdil serta pelaksanaan yang mencerminkan kultur/ budaya demokrasi. Disamping itu dalam sistem pemilihan kepengurusan OSIS adalah adanya keleluasaan untuk mengemukakan pendapat pada saat musyawarah. Adapun juga dalam setiap kegiatan OSIS pasti akan terjalin kerjasama yang baik antar siswa dengan siswa dan antara siswa dengan sekolah, terjalinnya interaksi antara siswa dengan guru seperti ketika tahun ajaran baru, dimana setiap sekolah – sekolah mengadakan kegiatan masa orientasi siswa MOS dan yang mengurusi selama kegiatan tersebut berlangsung biasanya adalah anak – anak OSIS, disamping itu juga dalam OSIS ada berbagai seksi-seksi seperti seksi PHBI dan sebagaianya yang mana setiap seksi-seksi menjalankan kegiatannya masing-masing yang berbeda antara satu seksi dengan seksi lainya. Dalam membahas setiap kegiatan itu anggota OSIS akan berunding dengan pihak guru sehingga akan ada interaksi langsung antara siswa dan guru. Dalam kegiatan organisasi, setiap pengambilan keputusan pun hendaknya dilakukan dengan menerapkan budaya demokratis. Permusyawaratan hendaknya dijalankan dengan tertib, teratur, dan menampung semua aspirasi peserta musyawarah. Di dalam musyawarah, hendakya diutamakan upaya mencapai kesepakatan, agar dapat diterima oleh semua pihak. Pengendalian diri juga menjadi unsur penting dari budaya demokrasi. Karena itu, sama halnya dengan demokrasi, sikap mengendalikan diri diri juga harus menjadi jalan hidup, atau prinsip yang menjiwai tindakan kita dalam segala bidang kehidupan. Sikap mengendalikan diri juga dapat dipelajari, dibiasakan dan perlu untuk kita kembangkan. Kita perlu belajar secara sungguh-sungguh dan berupaya keras membiasakan diri agar selalu bersikap dan berperilaku terkendali. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Sekolah merupakan tonggak dasar penanaman budaya demokrasi bagi generasi penerus bangsa, karena di sinilah mereka bertemu dengan berbagai macam pikiran-pikiran, watak, karakter, budaya, dan agama. Melalui OSIS yang merupakan wadah organisasi yang diperuntukkan untuk siswa dan dalam kegiatan OSIS sendiri itu sudah bisa mencerminkan kultur budaya demokrasi khususnya dalam ruang lingkup sekolah.
Unjukrasa tersebut digelar untuk memperingati 15 tahun meninggalnya aktivis HAM Munir serta meminta pemerintah serius dalam menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu. (BBC News Indonesia) Indonesia adalah negara yang menganut demokrasi. Untuk itu penting membangun kehidupan yang demokratis di Indonesia. Jelaskan mengapa siswa sma perlu mengembangkan budaya politik demokrasi - jelaskan mengapa siswa SMA perlu mengembangkan budaya politik demokrasi - Jelaskan mengapa siswa SMA perlu mengembangkan budaya politik demokrasi - Jelaskan mengapa siswa sma perlu mengembangkan budaya politik demokrasi - jelaskan mengapa siswa SMA perlu mengembangkan budaya politik demokrasi - Jelaskan mengapa siswa sma perlu mengembangkan budaya politik demokrasi - Pentingnya Sosialisasi Politik Dalam Pengembangan Budaya Politik - WNputrio Islam itu Indah~ Oktober 2012 Tujuan Pendidikan Demokratis - Pendidikan Dan Pengajaran Jelaskan pentingnya budaya demokrasi dalam negara demokrasi! 2. Jelaskan pentingnya civil - Menerapkan Budaya Demokrasi di Sekolah Halaman 1 - Budaya politik indonesia Hubungan Internasional Modul Tipe-tipe Budaya Politik PDF Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula melalui Pendidikan Kewarganegaraan - SOAL PKN LEVEL 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I SOAL PILIHAN GANDA Istilah politik berasal dari kata \u2026 a polis dari bahasa Yunani b Course Hero PKN Budaya Politik Pancasila dalam Praksis Pendidikan by Universitas Negeri Yogyakarta - issuu mengapa siswa smk perlu mengembangkan budaya politik demokrasi? - Pentingnya Sosialisasi Perkembangan Budaya Politik - ppt download Materi pkn kelas 11 HUBUNGAN PEMBELAJARAN MATERI BUDAYA POLITIK DENGAN KESADARAN POLITIK SISWA KELAS XII DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN Oleh Kondios PKN Budaya Politik Karya tulis ilmiah tema Politik dan Demokrasi Latihan Soal Sekolah Online Ruangguru Kelas 10-12 SMA IPS Periode 23-27 Maret 2020 Materi pkn kelas 11 Budaya politik Tugas lks pkn 2012 2013 KELAS XI SMA BAB 1 BUDAYA POLITIK DI INDONESIA. - ppt download Budaya politik indonesia T2 ILMU - Nama Mata Kuliah PENGANTAR ILMU POLITIK 108 Nama mahasiswa Akbar NIT 022851444 UUPBJJ 79/KUPANG Tugas 2 Reviu Jurnal Petunjuk Course Hero Persamaan Kedudukan Warga Negara dalam Hukum & 22 Hak-Kewajiban Menurut UUD 1945 Soal Budaya Politik PDF Pengertian Musyawarah, Ciri, Macam, Unsur, Prinsip & Contoh Kumpulan Arsip Soal UN PKN SMA SMK Info Ops leveling soal pkn Hubungan Internasional Modul Tipe-tipe Budaya Politik Karya tulis ilmiah tema Politik dan Demokrasi - SOAL PKN LEVEL 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I SOAL PILIHAN GANDA Istilah politik berasal dari kata \u2026 a polis dari bahasa Yunani b Course Hero - SOAL PKN LEVEL 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I SOAL PILIHAN GANDA Istilah politik berasal dari kata \u2026 a polis dari bahasa Yunani b Course Hero - SOAL PKN LEVEL 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I SOAL PILIHAN GANDA Istilah politik berasal dari kata \u2026 a polis dari bahasa Yunani b Course Hero PKN Budaya Politik Belajar Demokrasi lewat Pemilihan ketua dan wakil ketua osis Di SMA N 2 Gadingrejo - SOAL PKN LEVEL 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I SOAL PILIHAN GANDA Istilah politik berasal dari kata \u2026 a polis dari bahasa Yunani b Course Hero Pengertian Musyawarah, Ciri, Macam, Unsur, Prinsip & Contoh T2 ILMU - Nama Mata Kuliah PENGANTAR ILMU POLITIK 108 Nama mahasiswa Akbar NIT 022851444 UUPBJJ 79/KUPANG Tugas 2 Reviu Jurnal Petunjuk Course Hero Manajemen Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah dan Profesionalisme Guru PKN Budaya Politik ABSTRAK PENGARUH PEMAHAMAN BUDAYA DEMOKRASI TERHADAP PENGENDALIAN DIRI SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 1 KEDONDONG KABUPATEN PESAW Pengertian Budaya Politik dan Sosialisasi Politik Kerja Sama dalam Berbagai Bidang Kehidupan Halaman all - Budaya politik FAKTA DIBALIK ANAK INDONESIA INDONESIA GAWAT DARURAT PENDIDIKAN KARAKTER BEM Rema UPI Menyambut Hari Demokrasi Internasional dengan Belajar Sejarah dan Pemikiran Demokrasi Tugas lks pkn 2012 2013 Soal PPKN Menganalisis Budaya Politik di Indonesia - Muttaqin id PKN Budaya Politik PDF Pelaksanaan Pendidikan Politik Melalui Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk Meningkatkan Kesadaran Politik Siswa Untitled PDF Menyiapkan Generasi Muda Menjadi Warga Negara Digital Digital Citizenship Yang Cerdas Dan Baik Melalui Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 20+ Soal Budaya Politik di Indonesia dan Jawaban PKN Kelas XI - SOAL PKN LEVEL 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 I SOAL PILIHAN GANDA Istilah politik berasal dari kata \u2026 a polis dari bahasa Yunani b Course Hero Hak Asasi yang Mengatur tentang Persamaan Hak dalam Pemilu STRATEGI MENGATASI ANCAMAN TERHADAP IDEOLOGI, POLITIK, EKONOMI, SOSIAL BUDAYA DAN PERTAHANAN KEAMANAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FUNGSI SOSIOLOGI UNTUK MENGENALI GEJALA SOSIAL DI MASYARAKAT - SMA Syarif Hidayatullah Grati Untitled Demokrasi Indonesia Periode Demokrasi Terpimpin 1959-1965 Implementasi Pendidikan Politik Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Guna Pengembangan Budaya Demokratis di SMA Negeri se-Kabupaten Bantul BUDAYA DEMOKRASI PADA OSIS Untitled Untitled Kelas XII Kristen MEMBENTUK WARGA NEGARA YANG DEMOKRATIS Ajarkan Budaya Politik Partisipan dengan Menegakkan Tata Tertib Siswa Untitled Peranan Mahan Demokrasi dalam Peningkatan Kualitas Perilaku Politik Pra Pemilih di Kota Bandar Lampung Skripsi Diajukan Untuk Me Demokrasi Pendidikan dan Pendidikan Demokrasi Jelaskan mengapa siswa SMA perlu mengembangkan budaya politik demokrasi - Universitas Negeri Semarang – Universitas Berwawasan Konservasi Materi pkn kelas 11 SOSIOLOGI Pkt C - M 3_ORKESTRA KEHIDUPAN F kus Pembelajaran Materi pkn kelas 11 Badan Eksekutif Mahasiswa OLEH SOERYANI TENGGARA - ppt download Sejarah Indonesia SKRIPSI Soal dan Pembahasan Bab 1 Budaya Politik Indonesia – PKn SMA 2 – Tiga Serangkai i IMPLEMENTASI PENDIDIKAN POLITIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN GUNA PENGEMBANGAN BUDAYA DEMOKRATIS DI SMA NEGER Universitas Negeri Semarang – Universitas Berwawasan Konservasi MASYARAKAT INDONESIA Peranan Mahan Demokrasi dalam Peningkatan Kualitas Perilaku Politik Pra Pemilih di Kota Bandar Lampung Skripsi Diajukan Untuk Me SAOL PPKN Smt GENAP KLS X - SOAL PPKN SEMESTER GENAP KELAS X 1 Yang tidak termasuk lima dimensi penting budaya politik berikut ini adalah \u2026 Course Hero PENDIDIKAN BERBASIS SYARIAT ISLAM Budaya politik dan praktiknya BUDAYA POLITIK MASYARAKAT KAMPUNG ARAB AL-MUNAWAR 13 ULU PALEMBANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memper LAYOUT SOSI edit DIREKTORAT SEJARAH DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Untitled Demokrasi dan Inklusifitas Kata Pengantar
1 PENGERTIAN BUDAYA DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani dari kata "demos" yang berarti rakyat dan "kratos" yang berarti kekuasaan atau berkuasa. Menurut Gabriel A Almond, budaya demokrasi adalah budaya campuran antara kebebasn/partisipasidi satu pihak dan norma-norma perilaku di puhak lain.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pentingnya pendidikan demokrasi pada anak dalam penerapan nilai nilai demokrasi. Tentunya pendidikan sangatlah penting bagi anak entah itu pendidikan akademik maupun non-akademik. Di masa yang serba modern ini banyak perubahan dari waktu ke waktu, untuk itu pendidikan sangat penting untuk anak agar dapat mengetahui perkembangan dan perubahan yang ada. Pendidikan demokrasi itu sendiri adalah semacam bentuk bimbingan yang di lakukan kepada anak agar lebih dewasa untuk berdemokrasi. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberikan bimbingan pada anak tentang pendidikan demokrasi salah satunya dengan cara memberikan sosialisasi, mengenalkan nilai nilai yang ada pada demokrasi. Di sekolah pendidikan demokrasi juga bisa di berikan pada saat pembelajaran pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Pada saat ini banyak anak yang enggan untuk mengikuti berbagai sosialisasi bahkan saat proses mengajar pun banyak anak yang tidak memperhatikan. Hal tersebut sudah tidak asing lagi untuk di dengar karena banyak anak yang memilih bermain game dan semacamnya. Faktor yang sering terjadi pada saat pembelajaran di sekolah diantaranya, metode pengajaran yang kurang menarik atau anak tersebut jenuh dengan penjelasan yang di sampaikan. Untuk itu dibutuhkan metode pengajaran yang menarik sesuai dengan keseimbangan pertumbuhan pada anak. Nilai nilai demokrasi diajarkan pada anak mulai sejak dini, agar apabila anak tersebut sudah beranjak dewasa akan lebih mengetahui nilai nilai demokrasi tersebut. Penerapan nilai nilai demokrasi bisa di terapkan dalam kehidupan sehari hari. Penerapan nilai nilai pendidikan demokrasi bisa di terapkan dalam lingkup keluarga. Anak dibiasakan disiplin waktu entah itu pada saat waktu bermain, belajar, maupun pulang sekolah. Penerapan nilai nilai demokrasi bisa dilakukan dengan cara pertama, mengajarkan anak untuk menghargai perbedaan yang ada. Dengan memberitahu kepada anak bahwa adanya perbedaan itu bukanlah suatu hal yang salah. Contohnya keluarga lebih tepatnya orang tua memberi pengertian kepada anak apabila ada temannya yang berbeda agama, dengan cara memberi pengertian bahwa anak harus menghargai agama temannya yang berbeda. Tidak boleh mengolok olok agama temannya, memberi pengertian bahwa mengolok olok itu bukanlah suatu tindakan yang terpuji melainkan tindakan yang tercela. Kedua, dengan cara mengajarkan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab. Kedisiplinan di ajarkan supaya anak dapat mengatur waktu dengan baik dan benar. Begitu juga dengan rasa tanggung jawab, anak akan mendapat tugas dari sekolah untuk itu anak diajarkan bertanggung jawab akan tugas yang di berikan dengan cara mengerjakannya. Ketiga, dengan cara memberi contoh yang baik. Misalnya kakak memberi contoh yang baik terhadap adiknya. Dan yang keempat yaitu dengan cara tidak menghakimi, contohnya apabila ada teman yang sedang bertengkar sebaiknya diberi pengertian agar tidak menghakimi salah satu pihak entah itu yang salah ataupun yang tidak salah. Dengan adanya pendidikan demokrasi maka akan lebih mudah membentuk generasi muda yang paham akan demokrasi dengan keteguhan terhadap nilai nilai yang ada dalam demokrasi. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya .
  • t280bxyqh5.pages.dev/498
  • t280bxyqh5.pages.dev/738
  • t280bxyqh5.pages.dev/256
  • t280bxyqh5.pages.dev/46
  • t280bxyqh5.pages.dev/354
  • t280bxyqh5.pages.dev/995
  • t280bxyqh5.pages.dev/52
  • t280bxyqh5.pages.dev/351
  • t280bxyqh5.pages.dev/656
  • t280bxyqh5.pages.dev/650
  • t280bxyqh5.pages.dev/395
  • t280bxyqh5.pages.dev/199
  • t280bxyqh5.pages.dev/163
  • t280bxyqh5.pages.dev/225
  • t280bxyqh5.pages.dev/803
  • jelaskan mengapa siswa sma perlu mengembangkan budaya politik demokrasi